Komunikasi Publik Pemerintah: Jokowi Bisa Bentuk Unit Manajemen Komunikasi
Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menyarankan Presiden Jokowi membentuk Unit Manajemen Komunikasi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komunikasi publik pemerintah tengah disorot. Bahkan diakui oleh Presiden Joko Widodo sendiri, yang disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, bahwa komunikasi publik pemerintah "jelek".
Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menyarankan Presiden Jokowi membentuk Unit Manajemen Komunikasi. Unit itu bisa di bawah langsung Presiden Jokowi untuk mengelola manajemen komunikasi pemerintah yang baik.
"Mereka harus komunikolog. Bapak Presiden, saya sarankan membentuk Unit Manajemen Komunikasi. Di bawah langsung presiden, tidak boleh di bawah kementerian, KSP, itu nanti distorsi informasi dari presiden," ujarnya kepada Tribun Network, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Pandangan Emrus Sihombing Terhadap Kinerja Airlangga Hartarto
Unit Manajemen Komunikasi itu di bawah langsung presiden dan memiliki wewenang untuk Biro-biro Hubungan Masyarakat yang ada di kementerian dan lembaga pemerintah. "Jadi terkelola, termanage dengan baik," sambungnya.
Emrus menyontohkan, sejumlah manajemen komunikasi kurang maksimal dilakukan pemerintah. Misal, soal kurangnya sosialisasi protokol kesehatan atau penanganan Covid-19. Lalu, soal Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja hingga membuat gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Contoh lain, isu yang tidak produktif, misal isu komunis, anti-Islam, dan pro-China.
"Menurut pandangan saya Pak Presiden hebat, tapi tim komunikasinya bermasalah. Ide, gagasan, Pak Jokowi bagus," tutur Emrus.
Di era demokrasi ini, dengan melonjaknya pengguna sosial media, maka komunikasi menjadi kekuatan utama. Hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi haruslah dihadapi dengan komunikasi.
Baca juga: UU Cipta Kerja Dinilai Berdampak pada Penyerapan Tenaga Kerja
"Misal ada propaganda negatif atau propaganda hitam ya lawan dengan propaganda positif atau propaganda putih. Komunikasi pemerintah harus dikelola pro aktif, antisipatif, prediktif, jadi yang duduk dikomunikasi harus tepat dan terampil," ujar Emrus.
Menurut Emrus, jika manajemen komunikasi bagus, komunikasi pemerintah tidak akan seperti komunikasi pemadam kebakaran. Pemerintah dinilai baru mencerahkan masyarakat ketika isu itu menjadi liar dan timbul gejolak.
"Padahal konsep dan teori komunikasi mengatakan bahwa kalau kita manajemen komunikasi bagus, kita bisa pro aktif sebelum isu datang, bisa antisipatif, bisa duga ada hoaks, bisa duga siapa sumber, kalau sudah antisipasi, kita lakukan tindakan komunikasi sebelum muncul hoaks," ujar Emrus.
Sehingga masyarakat sudah mendapatkan informasi yang baik terlebih dahulu. Untuk mengantisipasi isu liar atau hoaks. Emrus mengistalahkan 'imunisasi' komunikasi.
"Jadi begitu virus hoaks masuk, hate speech, kita sudah kasih imunisasi komunikasi mereka akan menolak, karena sudah tahu ciri-ciri hoaks dan ujaran kebencian," tutur Emrus.
"Kalau orang komunikolog mereka bisa memprediksi, tetapi lihat itu di Istana latar belakangnya komunikasi tidak? Sehingga tidak bisa memprediksi. Menteri Komunikasi kita orang komunikasi tidak? Berikutnya banyak Kepala Biro Humas bukan orang komunikasi," sambungnya.