Oknum Polisi di Riau Edarkan Sabu, Reza Indragiri: Harus Ada Peran Organisasi secara Menyeluruh
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, harus ada peran organisasi secara menyeluruh dalam kasus oknum polisi yang mengedarkan narkoba.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Ditangkapnya oknum polisi yang ditangkap saat membawa narkotika jenis sabu sebanyak 16 kilogram menyita perhatian publik.
Diketahui anggota polisi berinisial IZ (55) berpangkat Komisaris Polisi (Kompol) tertembak saat ditangkap di Jalan Soekarno Hatta, Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (23/10/2020).
IZ diketahui bertugas di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, harus ada peran organisasi secara menyeluruh dalam kasus ini.
Reza menyebut dalam kasus penyalahgunaan narkotika terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu pengguna, pengedar, dan bandar.
Baca juga: Oknum Anggotanya Jadi Kurir Sabu Hingga 16 Kilogram, Kapolda Riau: Dia adalah Penghianat Bangsa
Menurut Reza, pengedar dan bandar narkoba motifnya adalah semata-mata adalah ekonomi.
"(Pengedar dan bandar) motifnya kerakusan, keinginan memperkaya diri sendiri lewat cara jahat," ungkap Reza kepada Tribunnews, Senin (26/10/2020).
"Tapi kalau penyalahguna, walau tetap tidak bisa dibenarkan dan pelakunya harus dihukum, ada sisi psikologis yang sudah banyak diungkap lewat studi," ungkapnya.
Baca juga: Sesuai Komitmen Kapolri, Hukuman Mati Menanti Perwira Polisi yang Terlibat Narkoba di Riau
Reza juga mencoba menganalisa oknum polisi IZ yang bertugas di reserse kriminal (Reskrim).
Reza menyebut bekerja sebagai polisi sama artinya dengan menggeluti bidang yang amat berat.
"Apalagi reskrim. Tuntutan organisasi, beban kasus, tekanan masyarakat, intervensi politik, kejahatan yang semakin kompleks, hingga masalah pribadi."
"Tapi stamina terbatas, kesehatan jiwa juga rentan terganggu. Padahal, tugas-tugas harus dituntaskan dalam waktu yang juga terbatas."
"Nah, apa barang yang bisa mendongkrak stamina dalam tempo cepat dan memperbaiki suasana hati? Narkoba," ungkap Reza.
Baca juga: Dihampiri Orang yang Ngaku Polisi dan Dituduh Bawa Narkoba, Pria Ini Kehilangan Uang Rp 2,8 Juta
Reza menilai hal ini sebagai suatu hal yang ironis.
"Jadi ironis memang, polisi bisa saja melarikan diri ke narkoba justru agar bisa menyelesaikan tugas dan menyesuaikan diri dengan segala kompleksitas tadi," ungkapnya.
Pada sisi itu, lanjut Reza, muncul keinsafan tentang pentingnya penataan tugas dan perhatian terhadap kesehatan personel.
"Ini, jelas, tidak bisa dipenuhi oleh personel sendiri. Harus ada peran organisasi secara keseluruhan," ungkapnya.
Lantas, mana lebih banyak mana polisi pakai narkoba atau polisi jual narkoba?
Menurut Reza, hal tersebut tergantung wilayah dan waktu.
"Tapi ada satu studi yang menemukan kasus polisi jual narkoba ternyata lebih banyak."
"Ini disebut korupsi polisi yang berkaitan dengan narkoba (drug-related corruption)," ungkapnya.
Baca juga: Tiga Bulan Ditangkap karena Narkoba, Catherine Wilson Menyesal, Merasa Kebebasannya Direnggut
Prestasi Polri
Lebih lanjut Reza menilai pembongkaran kasus oknum polisi pengedar narkoba ini merupakan prestasi Polri.
"Apapun itu, dibongkar dan dieksposnya skandal ini ke publik, ditambah lagi pengungkapan kasus LGBT di lingkungan kepolisian, merupakan prestasi Polri."
"Mereka, dalam dua skandal kakap tersebut, menepis blue curtain code, yaitu kecenderungan aparat penegakan hukum untuk menutup-nutupi kesalahan atau penyimpangan oleh sejawat," ungkapnya.
Menurut Reza, pengungkapan hal yang sejatinya memalukan itu berpotensi menumbuhkan kepercayaan dan penghormatan publik terhadap institusi kepolisian.
"Tinggal lagi, kalau perlu, dihitung-hitung berapa nilai kerugian yang diakibatkan oleh skandal polisi menjadi drug dealer (atau bahkan drug trafficker)."
"Penghitungan ini dibutuhkan agar kepada lembaga terpampang angka kerugian nyata yang sepatutnya dikompensasi oleh negara kepada masyarakat selaku pembayar pajak," ungkapnya.
Baca juga: Perwira Polisi di Riau Terlibat Narkoba, Mabes Polri: Anggota Yang Terlibat Dihukum Mati
Tersangka Terancam Hukuman Mati
Sementara itu, Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi dalam konferensi pers menyebut oknum anggota polisi dan seorang rekannya ditangkap ketika membawa sabu 16 kilogram.
Dilansir oleh Kompas.com, sabu itu diambil kedua tersangka di Jalan Parit Indah, Kota Pekanbaru.
Pergerakan tersangka berhasil terendus Polisi yang kemudian mencoba melakukan penangkapan.
Akan tetapi kedua tersangka kabur dengan menggunakan mobil.
"Para pelaku mengetahui adanya petugas sedang mengintai, sehingga pelaku melarikan diri," kata Agung, Sabtu sore.
Baca juga: Jadi Kurir Sabu 16 Kg, Kompol IZ Terancam Hukuman Mati, Kapolda Sebut Penghianat
Agung mengungkapkan, saat dilakukan pengejaran, tersangka tak mau berhenti.
Padahal aparat sudah memberikan peringatan.
Oknum polisi bersama rekannya tetap berusaha kabur.
Sehingga, kata Agung, petugas memberikan tindakan tegas dengan melakukan tembakan beberapa kali ke dalam mobil dari arah sebelah kanan untuk menghentikannya.
"Mobil tersangka terus berupaya kabur hingga menabrak beberapa kendaraan lain," kata Agung.
Agung menyebut kedua tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Tersangka diancam hukuman mati atau penjara paling lama 20 tahun.
Sebelumnya, video polisi melakukan pengejaran terhadap sebuah mobil yang membawa narkotika viral di media sosial.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Detik-detik Perwira Polisi Ditangkap Bawa 16 Kg Sabu, Sempat Diberondong Tembakan agar Menyerah".
(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Kompas.com/Kontributor Pekanbaru, Idon Tanjung)