Soroti Impor Bahan Baku Obat Hingga 90 Persen, DPR Minta Jokowi Evaluasi Kemenperin
Baidowi berharap Jokowi mengevaluasi kinerja Kementerian Perindustrian agar impor obat dan bahan baku obat bisa segera dicarikan solusinya.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi menyoroti masih besarnya jumlah impor obat dan bahan baku obat yang mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional.
Besarnya impor ini juga pernah disinggung Presiden Joko Widodo saat membuka Rakornas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia, Kamis (5/11/2020), lalu.
“Besarnya impor obat dan bahan baku obat yang mencapai 90 persen dari konsumsi nasional merupakan cerminan kegagalan Kementerian Perindustrian dalam meningkatkan daya saing industri farmasi dalam beberapa tahun terakhir atau bahkan satu dekade terakhir ini,” kata Baidowi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/11/2020).
Baca juga: 95 Persen Masih Impor, Devisa Negara Terkuras untuk Beli Bahan Baku Obat
Menurut Baidowi, besarnya ketergantungan impor obat dan bahan baku obat berkontribusi pada besarnya defisit perdagangan Indonesia selama ini.
Sehingga sudah seharusnya Kementerian Perindustrian mendapatkan fokus perhatian karena tidak mampu memanfaatkan potensi Indonesia yang kaya keragaman hayati terutama tumbuhan dan mikroba yang jumlahnya sangat besar dan bisa dimanfaatkan untuk bahan baku industri farmasi.
Baca juga: Tak Terlalu Diminati Seperti Obat Berbahan Kimia, Pengembangan Obat Modern Asli Indonesia Didorong
Sebagai anggota komisi VI, Baidowi berharap Jokowi mengevaluasi kinerja Kementerian Perindustrian agar impor obat dan bahan baku obat bisa segera dicarikan solusinya.
Apalagi kebutuhan obat akan semakin meningkat seiring dengan munculnya sejumlah penyakit baru di dunia.
“Besarnya impor obat dan bahan baku obat ini menunjukkan bahwa selama ini memang tidak ada terobosan yang berarti yang dilakukan kementerian perindustrian. Selama ini stakeholder sektor perindustrian terlihat berpikir instan dalam memenuhi kebutuhan farmasi dalam negeri yaitu dengan cara impor. Cara instan ini bukan hanya membuat defisit neraca perdagangan, namun juga menjadikan Indonesia sebagai negara konsumen yang tidak berdaya saing,” tambah politisi PPP ini.
Baca juga: Ironis! Biodiversivitas Indonesia Melimpah, Tapi 95 Persen Bahan Baku Obat Masih Impor
Baidowi yakin bahwa Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM), Indonesia sebenarnya bisa memproduksi obat dan bahan baku obat secara mandiri, namun karena sejumlah stakeholder perindustrian terlihat sudah merasa aman dan nyaman dengan impor, potensi Indonesia itu tidak dimanfaatkan dengan baik.
“Sudah seharusnya ada roadmap industri farmasi yang jelas dan terukur, agar ketergantungan impor bisa terus dikurangi. Perlu kebijakan yang tegas dan terintegrasi agar kebutuhan farmasi di dalam negeri tetap bisa terpenuhi, namun pengembangan industri farmasi juga bisa berkembang dengan baik sehingga keran impor bisa diperkecil,” jelasnya.