Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Tahan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah di Rutan Polres Metro Jakarta Timur

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah, Selasa (17/11/2020).

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in KPK Tahan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah di Rutan Polres Metro Jakarta Timur
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah ditahan KPK di Rutan Polres Jakarta Timur, Selasa (17/11/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah, Selasa (17/11/2020).

Zulkifli sejak 3 Mei 2019 ditetapkan sebagai tersangka dalam dua perkara, yakni kasus dugaan suap terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dalam APBN-P tahun 2017 dan APBN 2018 serta penerimaan gratifikasi.

"Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka ZAS selama 20 hari terhitung sejak tanggal 17 November 2020 sampai dengan 6 Desember 2020 di Rutan Polres Metro Jakarta Timur," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.

Alex menjabarkan konstruksi perkara yang menjerat Zulkifli Adnan Singkah.

Baca juga: Komisi III DPR Dorong KPK Turun Tangan Atasi Kasus Gagal Bayar di Sektor Keuangan

Pada Maret 2017, Zulkifli bertemu dengan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo di sebuah
hotel di Jakarta.

Dalam pertemuan itu, Zulkifli meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai.

Berita Rekomendasi

"Dan pada pertemuan lain disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan fee 2 persen," kata Alex.

Kemudian pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar.

Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar.

"Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan," sebut Alex.

Baca juga: KPK Periksa Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah

Masih pada bulan yang sama, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan.

Beberapa bidang yang diajukan antara lain RS rujukan, jalan, perumahan dan permukinam, air minum, sanitasi, dan pendidikan.

"Tersangka ZAS kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai tersebut yang kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK Tahun Anggaran 2018 kota Dumai, yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar," beber Alex.

Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, Zulkifli memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai.

"Penyerahan uang setara dengan Rp550 juta dalam bentuk dolar Amerika, dolar Singapura, dan rupiah pada Yaya Purnomo dkk dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018," ungkap Alex.

Sedangkan untuk perkara kedua, Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.

Baca juga: Mahasiswa Unnes Dikembalikan ke Orang Tua Setelah Laporkan Rektor atas Dugaan Korupsi, Ini Kata KPK

Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018;

"Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur di Pasal 12 C UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Alex.

Atas perbuatannya, Zulkifli disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dan, Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.

Hingga saat ini, KPK telah menetapkan 12 orang tersangka yaitu Amin Santono anggota Komisi XI DPR RI, Eka Kamaluddin swasta/perantara, Yaya Purnomo Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan.

Kemudian Ahmad Ghiast selaku swasta/kontraktor, Sukiman selaku anggota DPR RI 2014-2019, serta Natan Pasomba Pelaksana Tugas dan Pj Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua.

Kenamnya telah divonis bersalah oleh majelis hakim pengadilan Tipikor.

Teranyar, ada enam orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam pengembangan perkara ini, yaitu Budi Budiman Wali Kota Tasikmalaya, Khairuddin Syah Sitorus Bupati Labuhanbatu Utara 2016-2021, Puji Suhartono swasta/Wabendum PPP 2016-2019, Irgan Chairul Mahfiz anggota DPR 2014-2019, dan Agusman Sinaga Kepala badan Pengelola Pendapatan Daerah Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Hingga saat ini, enam orang tersebut masih dalam proses penyelesaian penyidikan dan telah ditahan KPK.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas