Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Temui Djoko Tjandra di Malaysia, Pinangki Bayari Tiket Pesawat Andi Irfan dan Anita Kolopaking

terdakwa Andi Irfan Jaya bersama Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking memang pernah pergi ke Malaysia pada November 2019.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Sanusi
zoom-in Temui Djoko Tjandra di Malaysia, Pinangki Bayari Tiket Pesawat Andi Irfan dan Anita Kolopaking
Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2020). Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi-saksi. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra mengungkap fakta bahwa terdakwa Andi Irfan Jaya bersama Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking memang pernah pergi ke Malaysia pada November 2019.

Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/11), Pegawai PT Garuda Indonesia, Muhammad Oki Zuheimi mengungkapkan bahwa Andi, Pinangki, dan Anita pergi ke Malaysia secara bersamaan dalam satu pesawat.

Manager Station Automation System PT Garuda Indonesia itu menyebut bahwa Pinangki, Andi, dan Anita pergi ke Malaysia pada sekitar 25 November 2019 dan pulang ke Indonesia pada 26 November 2019.
Mereka menumpang pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 820 dan GA 821 saat pulang ke Tanah Air.

Baca juga: Eks Sopir Benarkan Pinangki Langsung ke Rumah Orang Tua Usai Pulang dari Kuala Lumpur

”Di sini kan tercatat Andi Irfan Jaya GA 820 flight date 25 November 2019, time flight 08.30 WIB, Pinangki Sirna Malasari sama, Anita Dewi Kolopaking juga sama. Itu dengan pesawat yang sama? Kalau dia nomor pesawat sama, berarti dengan pesawat yang sama,” tanya Jaksa KMS Roni kepada saksi saat persidangan.

"Kalau dia nomor pesawat sama, berarti dengan pesawat yang sama," jawab Oki.

Baca juga: Usai Tukar Valas, Eks Anak Buah Suami Pinangki Diminta Membuang Kertas Bukti Transfer

Jaksa Roni kembali menanyakan kepulangan ketiganya ke Indonesia pada 26 November 2019 yang juga menggunakan maskapai Garuda Indonesia.

"Termasuk tanggal 26 November 2019 juga GA 821 terhadap 3 orang tersebut, pesawat yang sama ya?" tanya Jaksa Roni. Hal ini pun dibenarkan oleh Oki. "Betul, Pak," jawab Oki kembali.

BERITA TERKAIT

Sementara itu Manager Fraud Prevention PT Garuda Indonesia, Herunata Joseph membeberkan bahwa Pinangki membayar tiket pesawat Anita dan Andi Irfan Jaya pada keberangkatan tanggal 25 dan 26 November 2019 itu. Tiket dibayarkan Pinangki menggunakan kartu kredit.

"Dari list yang sudah diberikan, ditemukan salah satu reservasi di channel online mobile application yang saat ini Pak jaksa tanya, keberangkatan GA 820, kembali ke Indonesia GA 821, pergi 25 kembali 26 November 2019, pembelian dilakukan melalui mobile application dan dibayar oleh credit card," ucap Heru.

"Pembayaran tiket itu pakai credit card milik Pinangki?" tanya jaksa. "Ya, yang dimasukkan oleh pembeli saat itu, iya kredit [Pinangki] untuk pembayaran," jawab Heru.

Heru membeberkan bahwa tiket tersebut dipesan atas nama Pinangki, Anita dan Andi. Disebutkan juga bahwa tiket yang dipesan Pinangki adalah business class. "Untuk penerbangan itu untuk di business class yang mulia," kata Heru.

Kesaksian Oki dan Heru itu diperkuat dengan data perlintasan dari Dirjen Imigrasi.

Kasi Pengelolaan Data dan Pelaporan Perlintasan pada Subdit Pengelolaan Data dan Pelaporan Sistem dan Teknologi Dirjen Imigrasi, Danang Sukmawan membenarkan bahwa di sistemnya Andi Irfan, Anita Kolopaking, dan Pinangki tercatat ke Malaysia pada 25 November.

“Di sini (BAP) saya lihat data Andi Irfan 06.13 tanggal 25 November keberangkatan ke Kuala Lumpur jam 06.13 WIB, kemudian Pinangki 06.36 GMT. Ini BAP sama, sama yang pelaporan di imigrasi bandara?” tanya jaksa dijawab ‘sama’ oleh Danang.

Tukar Dollar

Selain pegawai PT Garuda Indonesia dan pihak imigrasi, dalam persidangan kemarin JPU juga menghadirkan anggota Polri bernama Benny Sastrawan sebagai saksi. Benny adalah mantan anak buah suami Pinangki, AKBP Napitupulu Yogi Yusuf.

Dalam kesaksiannya Benny mengakui pernah diperintah oleh Yogi untuk menukarkan mata uang asing milik Pinangki yang jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah.

Benny mengaku diminta menukarkan uang sebanyak 4-5 kali.

Penukaran mata uang asing itu dilakukan pada 20 April 2020, 18 Mei 2020, 26 Mei 2020, dan 7 Juli 2020. Benny mengaku mata uang yang ditukar adalah dolar Amerika dan dolar Singapura.

"Saya tidak pernah diperintah langsung karena saya pimpinannya Pak Yogi. Saya diminta tukar valas atas perintah pimpinan saya langsung, atas perintah Pak Yogi, karena Pak Yogi beliau dapat SMS atau WA dari Pinangki," kata Benny saat bersaksi di PN Tipikor Jakarta.

Benny juga mengaku tidak pernah bertemu langsung dengan Pinangki. Valas yang diminta ditukarkan diantar oleh sopir dan ajudan Pinangki bernama Sugiarto.

Jaksa lantas mengonfirmasi sejumlah uang yang ditukarkan Benny.

Sekali menukarkan valas, jika dirupiahkan, uang Pinangki itu mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Rincian uang yang ditukarkan Benny dalam BAP yakni USD 10 ribu senilai Rp 147.130.000 ditransfer ke Pungki Primarini adik Pinangki, USD 14.780 ditransfer ke Pinangki, USD 17.600 ditransfer ke Pinangki, dan USD 10 ribu senilai Rp 143.600.000 ditransfer ke Pinangki

Benny membenarkan jumlah uang tersebut. Namun ia mengaku tidak memiliki bukti transfer karena suami Pinangki waktu itu memerintahkan agar Benny membuang bukti transfer itu.

"BAP saya benar. Karena, setelah saya transfer, bukti transfer, saya kasih ke Pak Yogi, diperintah Pak Yogi buang. Ya saya buang, ketika ditunjukkan penyidik (bukti transfer) benar," kata Benny.

Selain Benny, saksi Sugiarto juga mengaku pernah diperintah Pinangki untuk menukarkan valuta asing (valas). Valas itu ditukar untuk membayar cicilan mobil BMW X-5 punya Pinangki. Sugiarto adalah mantan sopir Pinangki.

Awalnya, jaksa menanyakan perihal penukaran uang yang dilakukan Sugiarto atas perintah Pinangki. Dia mengaku sering menukarkan uang untuk membayar mobil.

Sugiarto mengatakan mobil BMW itu dibeli Pinangki saat menghadiri pameran.

Mobil itu langsung dibawa Pinangki ke apartemen, dan keesokan harinya Sugiarto langsung diperintahkan membayar cicilan mobil itu.

"Kalau nggak salah selang berapa hari (membeli mobil) beliau minta tukar valas," kata Sugiarto saat bersaksi. "Beliau katakan, 'mas ini tukar, nanti bayar BMW', baru saya tukar, saya ke bank. Kalau ada sisa saya pulangin," imbuhnya sambil menirukan perintah Pinangki.

Sugiarto mengaku pernah diminta membayar mobil sebanyak 3 kali.

Setelah menukarkan uang ke money changer, Sugiarto mengaku menyetorkan uang untuk membayar mobil melalui setoran tunai.

Dia juga mengaku kerap mendapatkan uang setiap kali menyetor. Jumlah uang yang dia dapatkan jutaan rupiah.

"Saudara kalau sering nukar dan Saudara dapat fee setiap nukar sejuta sekali setiap setor?" tanya jaksa. "Bisa lebih," jawab Sugiarto.

Jaksa lantas mengonfirmasi tahapan pembayaran cicilan BMW X-5 milik Pinangki. Hal itu dikonfirmasi melalui berita acara pemeriksaan (BAP) Sugiarto.

"BAP tanggal 1 September rincian dari Tritunggal Money Changer saudara tukarkan 6 Desember 2019 USD dengan nilai rupiah Rp 76.333.000 dan hari yang sama Rp 417.064.000. Lalu saudara tukarkan uang dalam dolar Amerika dengan jumlah Rp 1.400.000, 19 Desember saudara tukar dengan jumlah Rp 43.431.000, dan tanggal 9 Desember sebesar Rp 447.567.000, dan 11 Desember 14.016.000, tanggal 11 Desember Rp 147.109.000. Apakah uang ini saudara bayar BMW?" tanya jaksa mengonfirmasi.

"Yang pasti mungkin, iya itu," kata Sugiarto.

Dalam perkara ini Jaksa menyatakan Pinangki telah menerima uang sebesar US$500 ribu dari Djoko Tjandra.

Uang itu dimaksudkan untuk membantu pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan ke Djoko Tjandra selama 2 tahun tidak dapat dieksekusi.

Pembahasan fatwa MA itu disebut terjadi pada saat pertemuan tanggal 12 November 2019 di gedung The Exchange 106, Kuala Lumpur, Malaysia. Di sana hadir Djoko Tjandra, Rahmat, Anita dan Pinangki.

Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dakwaan tersebut didasari penghasilan Pinangki yang tak sebanding dengan besarnya harta yang dimilikinya.

Dalam dakwaan, jaksa mengatakan Pinangki menguasai USD 450 ribu yang diduga berasal dari Djoko Tjandra. Jaksa menyatakan, pada 2019-2020, Pinangki menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari kasus korupsi itu dengan cara menukarkan uang USD 337.600 di money changer atau senilai Rp 4,7 miliar.

Pinangki juga disebut jaksa menyamarkan asal-usul uang korupsi dengan membeli sejumlah kendaraan sekaligus melakukan operasi kecantikan.

Salah satu kendaraan yang dibeli adalah BMW X-5, yang harganya Rp 1,7 miliar.

Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2020). Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi-saksi. Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2020). Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi-saksi. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Adapun Andi Irfan Jaya didakwa sebagai perantara suap antara Djoko Tjandra kepada Pinangki. Andi Irfan Jaya didakwa menyerahkan uang senilai US$500 ribu dari Djoko Tjandra ke Pinangki.

Selain itu, Jaksa juga mendakwa Andi Irfan melakukan pemufakatan jahat. Pemufakatan jahat itu dilakukan bersama Pinangki dan Djoko Tjandra.

Atas perbuatannya, Andi Irfan Jaya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Terkait pemufakatan jahat, Andi Irfan didakwa melanggar Pasal 15 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(tribun network/dng/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas