UMKM Potensial Jadi Korban Cybercrime, Ini Penjelasan Menkumham Yasonna Laoly
Menkumham Yasonna Laoly menyebut para pelaku UMKM dinilai berpotensi jadi korban kejahatan dunia maya atau cybercrime.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teknologi informasi sudah jadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia di era revolusi industri 4.0.
Sekarang ini semakin banyak pelaku UMKM yang juga memanfaatkan layanan internet dan teknologi informasi sebagai platform bisnis yang dijalankan.
Namun, seiring dengan itu, aktivitas kejahatan dunia maya atau cybercrime turut meningkat pesat.
Menkumham Yasonna Laoly menyebut para pelaku UMKM dinilai berpotensi jadi korban kejahatan dunia maya atau cybercrime.
"UMKM dinilai jadi korban yang potensial karena pengusaha seperti ini jarang memperhatikan security dan perlindungan data informasi termasuk identitas pelanggan," kata Yasonna dalam webinar Potensi Ancaman 'Cyber Crime' Bagi Pelaku Bisnis, Kamis (19/11/2020).
Baca juga: Pentingnya Edukasi Tentang Cyber Security Agar Terhindar dari Peretasan
Data dari Phenomenon Institute tahun 2017 menyebutkan 58 persen target dari serangan cybercrime adalah UMKM.
Dari persentase pelaku UMKM yang menjadi korban cybercrime dalam 12 terakhir tumbuh 61 persen.
"Pada tahun 2017 meningkat dari tahun 2015 yang hanya 55 persen," kata Yasonna.
Perusahaan global cyber security telah mendeteksi ratusan ribu serangan cybercrime terhadap pelaku UMKM di kawasan Asia Tenggara pada triwulan I 2020.
"Adapun UMKM Indonesia mendapatkan lebih dari 192 ribu serangan yang meningkat dari tahun 2019 yang baru 158 ribu serangan," kata Yasonna.
Dari sisi modus operandi cybercrime juga memiliki spektrum yang sangat luas.
Jenis cybercrime yang seringkali mengancam bagi para pelaku pengusaha dilakukan dengan memalsukan data dan dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.
Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi salah ketik.
"Yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan nomor kartu kredit yang dapat saja disalahgunakan," kata Yasonna.
"Selain itu yang sering terjadi adalah data pribadi seseorang yang tersimpan dalam formulir data pribadi yang tersimpan secara computerize, yang apabila diketahui oleh orang lain maka akan dapat merugikan korban secara materil maupun non materil," sambung Yasonna.
Data-data yang diretas pelaku cybercrime di antaranya; nomor kartu kredit, nomor pin ATM, informasi mengenai cacat penyakit tersembunyi dan sebagainya.
"Saat ini kami sedang membahas tentang rencana undang-undang perlindungan data pribadi. Karena itu sangat penting," pungkas Yasonna.