Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Mayjen TNI Dudung Abdurachman Saat Kecil, Antar Koran dan Cari Kayu Bakar Sebelum ke Sekolah

Setelah ayahnya meninggal, Dudung harus membantu ekonomi keluarga dengan menjadi loper koran dan mengantar klepon dan pastel sebelum berangkat sekolah

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kisah Mayjen TNI Dudung Abdurachman Saat Kecil, Antar Koran dan Cari Kayu Bakar Sebelum ke Sekolah
tangkap layar YouTube TNI AD
Pangdam Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurachman 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman belakangan menjadi sorotan publik karena perintah kepada jajarannya untuk mencopot baliho dan spanduk bergambar Imam Besar FPI Rizieq Shihab atau Habib Rizieq di wilayahnya.

Tidak hanya itu, Dudung juga sempat mengungkapkan pernyataan terkait pembubaran organisasi masyarakat yang bermarkas di Petamburan Jakarta Pusat tersebut.

Tindakan mencopot baliho tersebut tidak hanya mendatangkan puluhan karangan bunga dukungan dari publik di Makodam Jaya, melainkan juga ditiru di sejumlah di wilayah di Indonesia.

Hal itu membuat orang banyak ingin mengenal sosok jenderal bintang dua ini.

Dalam wawancara eksklusif dengan Tribunnews.com pada Senin (23/11/2020), Dudung menceritakan perjalanan hidupnya.

Baca juga: Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman Ungkap Alasannya Menghukum Kopda Asyari

Setelah ayahnya yang bekerja sebagai PNS golongan 2D wafat, kata Dudung, ia harus membantu ekonomi keluarga dengan menjadi loper koran dan mengantar klepon dan pastel sebelum berangkat ke sekolah saat SMA.

Berita Rekomendasi

Sejak pukul 04.00 WIB, anak keenam dari delapan bersaudara itu telah bangun untuk mengambil sekira 270 koran dan majalah di Cikapundung Jawa Barat untuk diantar hingga pukul 08.00 WIB.

Selesai mengantar koran, ia pun mengantar kue dari warung ke warung, kantin, taman, SMP, bahkan Kodam.

Tak hanya itu, ia bahkan mencari kayu bakar untuk ibunya memasak di rumah dulu sebelum berangkat sekolah siang hari.

"Rumah saya itu di barak-barak. Jadi asrama itu seperti barak, itu disekat-sekat, pakai bilik-bilik. Atapnya itu tidak ada plafonnya. Jadi langsung bolong. Jadi kalau ngobrol dengan tetangga sebelah kedengeran itu. Kalau ribut ya kedengeran dengan tetangga sebelah. Antara keluarga dengan keluarga itu hanya pakai bilik, di situ," ungkap Dudung tenang.

Cita-citanya untuk masuk Institut Teknologi Bandung pun terpaksa harus gugur karena ketiadaan biaya.

Di sanalah ia memutuskan untuk masuk ke Akademi Militer karena gratis.

"Senang saya, makan gratis, dapat uang saku. Makanya selama pendidikan di akademi militer orang lain kurus-kurus, tertekan, saya gemuk sendiri. Saya makan saja, hajar itu kan. Orang nggak punya, lihat nasi, wah itu kan. Seperti itu. Malah gemuk," kata Dudung sambil tertawa.

Ketika ditanya apakah punya cita-cita menjadi Kepala Staf Angkatan Darat atau Panglima TNI sebagai mana prajurit pada umumnya, Dudung menjawab dengan rendah hati.

Cita-citanya hanya menjadi prajurit yang baik.

Baca juga: Mayjen Dudung : yang Mengkritik Tidak Tahu Cerita Penurunan Baliho

"Ya kalau saya bercita-cita itu saya mau menjadi prajurit yang baik saja. Ke depan saya tidak pernah tahu akan seperti apa yang penting saya laksanakan tugas. Saya bukan berarti setelah ini saya ingin.. Oh tidak ada, angan-angan seperti itu," kata Dudung.

Dudung merasa bersyukur atas pencapaiannya saat ini.

Ia pun tidak lantas melupakan perjuangan hidupnya selama ini.

Begitupun dalam kehidupannya di dunia militer.

Ia mengaku telah bertugas di Timor Timur selama tujuh tahun dan ditugaskan di Daerah Operasi Militer Aceh.

"Dalam hidup saya ini, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harus ada perjuangan. Yang ada di depanmu, yang ada di belakangmu, sekalipun yang ada di sekelilingmu itu tidak berarti apa-apa, dibanding dengan apa yang ada di dalam dirimu sendiri. Makanya kita banyak-banyak berusaha," kata Dudung.

Lantas, ia pun teringat dengan pesan ibunya.

"Kalau kita ingin berhasil kata Ibu saya, yang penting pertama, kita mengerti tujuan hidup itu untuk di akhirat nanti. Yang kedua kita mengasihi sesama manusia. Berpikir positif saja, harus hati yang baik, pikiran baik, ucapannya baik, dan tindakannya baik, maka dijaga ucapan itu," kata Dudung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas