Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Edhy Prabowo Sebut sebagai Kecelakaan, Ini Modus Dugaan Korupsi yang Dilakukan Edhy

Edhy Prabowo mengatakan penangkapan terhadap dirinya hingga kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sebagai sebuah kecelakaan.

Penulis: Daryono
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
zoom-in Edhy Prabowo Sebut sebagai Kecelakaan, Ini Modus Dugaan Korupsi yang Dilakukan Edhy
Tribunnews/Irwan Rismawan
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango didampingi Deputi Penindakan KPK, Karyoto menunjukkan tersangka beserta barang bukti pada konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK resmi menahan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, mengatakan penangkapan terhadap dirinya hingga kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sebagai sebuah kecelakaan.

Hal itu disampaikan Edhy Prabowo setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (25/11/2020) malam.

"Ini kecelakaan yang terjadi, saya bertanggung jawab, saya tidak lari dan saya akan beberkan yang saya lakukan," tegasnya dikutip dari kanal YouTube KompasTV, Kamis (26/11/2020).

Edhy pun menyampaikan permintaan maaf kepada sejumlah pihak, mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, hingga keluarga. 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyampaikan permohonan maaf
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyampaikan permohonan maaf (Tangkap layar channel YouTube KompasTV)

"Pertama saya minta maaf kepada Bapak Presiden, saya telah mengkhianati kepercayaan beliau."

"Minta maaf ke Pak Prabowo Subianto, guru saya, yang sudah mengajarkan banyak hal," imbuhnya.

"Saya mohon maaf kepada ibu saya yang saya yakin hari ini nonton di TV. Dalam usianya yang sudah sepuh ini beliau tetap kuat. Saya masih kuat dan saya akan bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi," lanjut Edhy.

Baca juga: KPK Bongkar Aliran Rp3,4 Miliar untuk Menteri KKP, Ditransfer ke Rekening Asisten Istri Edhy Prabowo

BERITA REKOMENDASI

Tak hanya itu, ia juga meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.

"Kemudian saya juga memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Kelautan dan Perikanan yang mungkin banyak yang terkhianati, seolah-olah saya pencitraan di depan umum, itu tidak, itu semangat." ucap Edhy.

Dalam kesempatan itu, Edhy juga menyatakan mundur dari jabayan Menteri KKP dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.

"Dengan ini saya ingin mengundurkan diri sebagai Wakil Ketua Umum dan mohon undur diri untuk tidak lagi menjabat sebagai menteri, saya yakin prosesnya sudah berjalan," tandas Edhy.

Modus Dugaan Korupsi Edhy Prabowo

Disebut sebagai sebuah kecelakaan, bagaimana modus dugaan korupsi dalam kasus Edhy Prabowo ini? 

Dalam kasus ini, Edhy Prabowo tidak seorang diri. 

KPK menetapkan tujuh tersangka, termasuk Edhy Prabowo. 

Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango didampingi Deputi Penindakan KPK, Karyoto menunjukkan tersangka beserta barang bukti pada konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK resmi menahan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. Tribunnews/Irwan Rismawan
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango didampingi Deputi Penindakan KPK, Karyoto menunjukkan tersangka beserta barang bukti pada konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Enam orang lainnya, yakni staf khusus Menteri KKP, Safri; pengurus PT Aero Citra Karo (ACK), Siswadi; staf istri Menteri KKP, Ainul Faqih; Direktur PT Duta Putra Perkasa, Suharjito; staf khusus menteri sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas, Andreau Pribadi Misata; dan Amiril Mukminin.

Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, menerangkan Edhy Prabowo, Safri, Siswadi, Ainul, Andreau, dan Amiril ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.

Sementara Suharjito sebagai tersangka pemberi suap.

Menurut Nawawi, kasus bermula pada 14 Mei 2020, saat Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Baca juga: Novel Baswedan Dipuji karena Pimpin Penangkapan Edhy Prabowo, Sebelumnya Pernah Menangkap Nurhadi

Dalam SK tersebut, Edhy menunjuk Andreau Pribadi Misata selaku staf khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dan Safri selaku Staf Khusus Menteri sekaligus menjabat selaku Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence).

Nawawi mengatakan, salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benih lobster atau benur.

Selanjutnya, pada awal Oktober 2020, Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) datang ke kantor KKP di lantai 16 dan bertemu dengan Safri.

"Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK (Aero Citra Kargo) dengan biaya angkut Rp 1.800,00/ekor," kata Nawawi di Gedung Juang KPK, Jakarta, Rabu (25/11/2020) dini hari.

Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564,00.

Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo, serta Yudi Surya Atmaja.

Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar.

Selanjutnya, pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih selaku staf khusus istri menteri Edhy sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreu Pribadi Misata.

Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosyati Dewi di Honolulu AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekira Rp 750 juta.

Uang itu dibelanjakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, serta baju Old Navy.

Disamping itu, pada sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima sejumlah uang sebesar 100.000 dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril Mukminin.

Selain itu, Safri dan Andreu pada sekitar bulan Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp 436 juta dari Ainul Faqih.

"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," kata Nawawi.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK resmi menahan Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. Tribunnews/Irwan Rismawan
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020).  (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Selain Edhy, KPK menetapkan Staf khusus Menteri KKP Syafri, Andreu Pribadi Misata, Pengurus PT ACK Siswadi, Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amirul Mukminin sebagai penerima suap.

Sebagai penerima suap, Edhy Prabowo bersama lima orang lainnya disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu sebagai pemberi suap, Suharjito yang merupakan Direktur PT DPPP disangkakan melanggar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sosok Suharjito, Tersangka Penyuap Edhy Prabowo

Siapakah Suharjito, Direktur PT Dua Putra Perasa yang menjadi tersangka pemberi suap? 

Suharjito dikenal sebagai pengusaha sukses yang telah bergelut dalam dunia bisnis olahan pangan sejak 12 tahun lalu.

Dikutip dari laman resmi PT Dua Putra Perkasa, duaputraperkasa.com, Suharjito merupakan lulusan Ekonomi Akuntasi dari sebuah universitas di Semarang.

Baca juga: Buka Suara, Fadli Zon Puji Edhy Prabowo Setelah Jadi Tersangka, Singgung Nama Susi Pudjiastuti

Suharjito sukses membawa PT Dua Putra Perkasa dari perusahaan pengecer daging lokal menjadi perusahaan yang melayani pelanggan besar seperti modern market, distributor, agen serta industri makanan olahan dan pasar tradisional di seluruh wilayah Indonesia. 

Bisnis PT Dua Putra Perkasa diawali pada 1998 dengan melakukan usaha perdagangan daging sapi.

"Saat krisis moneter 1998 saya sempat memotong sapi dari Boyolali untuk dijual kemudian di Jakarta," kata Suharjito. 

Dari usaha daging sapi, Suharjito kemudian membawa PT Dua Putra Perkasa merambah usaha pengolahan ikan.

Ia memiliki sejumlah lini produk usaha seperti bakso, kornet, dan olahan ikan lainnya.

“Produk olahan ikan yang paling diminati sejauh ini oleh konsumen adalah bakso ikan,” ujarnya.

Bisnis PT Dua Putra Perkasa terus berkembang termasuk melakukan ekspor produk ke luar negeri, di antaranya ke Taiwan dan Vietnam. 

Pernah Dapat Penghargaan dari KKP

Dalam laman resminya, PT DPP berkantor di Kawasan Industri Cipendawa Bekasi. 

Tahun 1998, DPP mengawali usaha sebagai pengecer dan sub agen produk-produk daging lokal dan import.

Usaha ini ters berkembang, dimana pada 2002, DPP berkembang melayani pelanggan besar seperti modern market, distributor, agen serta industri makanan olahan dan pasar tradisional di seluruh wilayah Indonesia.

PT DPP semakin berkembang pesat, pada 2007 dibangun gudang frozen kedua berkapasitas 400 ton dan dilanjutkan tahun 2009 dengan pembangunan gudang ketiga berkapasitas 400 ton.

Tahun 2012, PT DPP ikut andil dalam pengembangan industri perikanan melalui kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sebagai penyerap dan pendistribusi ikan lokal yang berasal dari seluruh Indonesia.

Akhirnya, PT DPP mendapatkan penghargaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai supplier terbesar produk ikan pada 2014.

Pada 2015, Stakeholders DPP mulai melakukan diversikasi usaha di bidang usaha Penangkapan Ikan dan Budi Daya Tambak.

Adapun rencana pembuatan kapal ikan tahap pertama 10 unit dan untuk budi daya udang direncanakan seluas 60 hektare yang berlokasi di Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.

Baca juga: Sempat Terjaring OTT KPK, Iis Rosita Dewi Istri Menteri KKP Edhy Prabowo Akhirnya Dilepas

Saat ini, telah berdiri tambak udang di luasan lahan lebih kurang 48 hektare, di Desa Muara Jaya Kecamatan Maje Kaur.

(Tribunnews.com/Daryono/Endra Kurniawan/Ilham Rian Pratama)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas