Polisi Diminta Menindak Oknum yang Kumpulkan Dana Lewat Kotak Amal untuk Keperluan Terorisme
Muradi menilai sosialisasi yang masif penting untuk mencegah penggalangan dana dalam bentuk kotak amal yang ditujukan untuk kegiatan terorisme.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi mendorong kepolisian untuk lebih masif mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme kepada masyarakat dan manajemen toko atau minimarket.
Sosialisasi itu khusus menjelaskan pasal 4 mengenai tindak pidana pendanaan terorisme.
Adapun isi Pasal 4, "Setiap Orang yang dengan sengaja menyediakan,mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan Dana,
baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme, organisasi teroris, atau teroris dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Baca juga: Pemerintah Harus Investigasi dan Tertibkan Manajemen Kotak Amal dan Filantropi di Minimarket
Muradi menilai sosialisasi yang masif penting untuk mencegah penggalangan dana dalam bentuk kotak amal yang ditujukan untuk kegiatan terorisme.
“Perlu ditekankan bagaimana mekanisme penggunaan dari hasil donasi tersebut dan dibuka secara transparan. Dengan menekankan kepada manajemen toko bahwa penting untuk memastikan pengelola donasi tersebut bukan berasal dari organisasi yang memiliki ikatan dengan organisasi radikal dan teror,” ujar Muradi ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (2/12/2020).
“Aturan turunan ini bisa ditegaskan dalam bentuk Perda agar lebih praktis dan terukur,” jelasnya.
Dengan UU itu pula, kepolisian harus menindak tegas atau mengkriminalisasi oknum-oknum yang terlibat penggalangan dana atau sumbangan dalam bentuk kotak amal untuk menyokong kegiatan radikalisme dan terorisme.
“Artinya mudah bagi penegak hukum untuk memproses hal tersebut. Apalagi jika kemudian sumbangan dalam bentuk kotak amal yang ada memang ditujukan untuk hal itu, yakni menyokong kegiatan radikalisme dan terorisme. Karena dengan demikian masuk dalam unsur tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang tersebut,” jelas Muradi.
Dia menjelaskan UU Nomor 9 Tahun 2013 ini menjadi salah satu upaya negara melindungi warga negara dan kedaulatannya dari tindakan terorisme, dengan cara mencegah pendanaan terorisme itu sendiri, termasuk yang kotak amal yang tersebar di minimarket dan tempat lainnya.
Dengan menindak para pelaku penggalangan dana melalui kotak amal, maka pendanaan akan terputus dan kegiatan terorisme tidak dapat berjalan sesuai rencana.
Karena itu dia tegaskan, pencegahan terorisme dimulai dari bagaimana memutus aliran-aliran dana tersebut.
Untuk mendindak para pelaku penggalanggan dana untuk kegiatan terorisme melalui kotak amal, dia melihat ada tiga perspektif.
Pertama, pemberi sumbangan dan pemberi uang amal memang tidak mengetahui bahwa apa yang didonasikan ditujukan untuk menyokong kegiatan radikalisme dan terorisme.
Hal ini berarti butuh penjelasan dari sejumlah pihak pengelola kotak amal dan donasi tersebut terkait dengan tujuan dari adanya kotak amal tersebut.