Kronologi Bentrok Polisi dengan FPI Ada 2 Versi, Ahli: Butuh Investigasi Shooting Review Board
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, memberikan pandangannya terkait adanya perbedaan kronologi bentrokan antara polisi dengan FPI
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, memberikan pandangannya terkait adanya perbedaan kronologi bentrokan antara polisi dengan FPI, Senin (7/12/2020) dini hari.
Reza memberikan saran agar pihak-pihak terkait melakukan investigasi Shooting Review Board.
"Butuh investigasi kasus per kasus terhadap masing-masing dan antar personel."
"Investigasi semacam Shooting Review Board yang nantinya akan mengeluarkan simpulan apakah penembakan memang sesuai atau bertentangan dengan ketentuan," katanya kepada Tribunnews, Selasa (8/12/2020).
Reza melanjutkan, lebih jauh temuan tim investigasi juga bermanfaat sebagai masukan bagi unit-unit semacam SDM maupun Lembaga Diklat kedepannya.
Baca juga: Kronologi Penembakan Versi FPI dan Polisi Beda, Legislator PKS: Bentuk Tim Pencari Fakta Independen
Baca juga: Munarman Sebut Laskar FPI Tak Dibekali Senjata Api, Fadli Zon: Pendukung Rizieq Shihab Cinta Damai
Pria berkacamata ini juga memberikan tanggapannya soal pernyataan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran.
Dalam konferensi pers, Fadil mengatakan, saat terjadi bentrokan dengan FPI, pihak kepolisian melakukan tindakan tegas dan terukur yang menyebabkan 6 orang laskar tewas.
Dalam kaca mata psikologi forensik, kata Reza, ada istilah penembakan yang menular (contagious shooting).
Ketika satu personel menembak, hampir selalu bisa dipastikan dalam tempo cepat personel-personel lain juga akan melakukan penembakan.
"Seperti aba-aba anggota pasukan tidak melakukan kalkulasi, tapi tinggal mengikuti saja," imbuh dia.
Sehingga dimungkinkan penembakan menjadi perilaku spontan bukan aktivitas terukur, terlebih ketika personel sudah mempersepsikan target sebagai pihak yang berbahaya.
"Jadi, dengan kata lain, dalam situasi semacam itu, personel bertindak dengan didorong oleh rasa takut," imbuh pria yang juga bekerja sebagai konsultan Lentera Anak Foundation ini.
Reza juga menunjukkan data soal kasus penembakan terhadap target yang disangka bersenjata, padahal tidak membawa senjata.
Ia mengatakan, ada 70-an persen berlangsung pada malam hari saat pencahayaan minim, sehingga mengganggu kejernihan penglihatan personel.