Megawati: Kesetaraan Gender Sudah Diatur Konstitusi
Megawati mengajak kaum perempuan Indonesia untuk percaya bahwa sudah tidak ada lagi halangan untuk maju dan mengambil peran dalam membangun bangsa.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri menyayangkan minimnya peran kaum perempuan terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Padahal, katanya, kaum perempuan saat ini telah setara dengan kaum pria secara konstitusi.
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 1 menyebutkan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali.
"Sehingga perlu sangat untuk diingat di dalam perkataan tersebut, segala warga negara, semua warga negara. Artinya tidak membeda-bedakan pria atau wanita," kata Megawati saat berpidato dalam webinar BPIP bertajuk 'Senyum Ibu Pertiwi,' Selasa (22/12/2020).
Selain itu hak-hak perempuan juga telah dijamin dalam banyak undang-undang dan konvensi yang telah disepakati Pemerintah RI.
Ada Undang-undang persetujuan konvensi hak-hak politik kaum wanita pada tahun 1958 dan Undang-undang pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan tahun 1984.
Undang-undang pengesahan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam atau tidak manusiawi pada 1998.
Undang-undang hak asasi manusia tahun 1999, serta Undang-undang kekerasan dalam rumah tangga tahun 2004.
"Ditambah berbagai undang-undang yang berkaitan dengan perkawinan serta yang berkaitan dengan anak, begitu pun undang-undang yang berkaitan dengan pornografi, human trafficking dan lain sebagainya," kata dia.
Melalui berbagai produk undang-undang ini, kaum perempuan disebut Megawati telah mencapai kemerdekaan.
"Seharusnya tidak ada lagi halangan bagi kaum perempuan untuk mengambil tongkat kendali membangun dan memajukan bangsa Indonesia," lanjut Megawati.
Megawati sekaligus mengingatkan bahwa ada begitu banyak tokoh nasional perempuan yang pernah menjadi pemimpin.
Pada abad ke-7 ada Ratu Shima, ratu penguasa kerajaan Kalingga di Pantai Utara Jawa Tengah.
Pada abad ke-13 ada Tribhuwana Tunggadewi, penguasa ketiga kerajaan Majapahit.
"Pada abad ke-16 tercatat ada empat ratu yang pernah memimpin di kerajaan Aceh. Kita pun di Aceh memiliki seorang laksamana perempuan, pimpinan armada laut yang bernama Malahayati," kata dia.
Pada jaman menuju kemerdekaan, bangsa Indonesia juga melahirkan begitu pahlawan nasional dari kaum perempuan.
"Cut nyak Dien, Cut Meutia, Martha Christina Tiahahu, Raden Dewi Sartika, Nyi Ageng Serang, Maria Walanda Maramis, Rasuna Said, Andi Depu, Raden Ajeng Kartini dan masih banyak lagi," kata dia.
"Pertanyaannya adalah, mengapa setelah kita mencapai kemerdekaan dan telah merdeka penuh, yang dialami oleh kaum perempuan kita justru lebih banyak hal-hal yang tidak esensial terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa dan negara," tanya dia.
Megawati tidak bermaksud mengabaikan para perempuan Indonesia yang secara individual itu telah mencapai prestasi.
Ketua Umum Partai PDI Perjuangan itu mengatakan, jumlah wanita berprestasi masih sangat minim dibandingkan jumlah keseluruhan kaum perempuan yang ada di Indonesia.
"Tetapi dibandingkan jumlah kaum perempuan di Indonesia hal itu masih sangat minim," ujar dia.
Megawati berharap agar apa yang dia sampaikan dapat menjadi kontemplasi bagi seluruh kaum perempuan Indonesia.
Dia sekaligus mengajak kaum perempuan Indonesia untuk sama-sama percaya bahwa sudah tidak ada lagi halangan untuk maju dan mengambil peran dalam membangun bangsa.
"Mari kita bersama-sama berpikir, dan juga meyakini bahwa tidak ada halangan lagi sebenarnya karena kita oleh negara, pemerintah juga, tetapi yang paling penting oleh negara, telah mendapat kehormatan penuh untuk berkiprah bagi bangsa dan negara," kata dia.
"Tinggal butuh tindakan dari kita sendiri untuk melakukan dan memperjuangkan," pungkas dia.