Catatan Penegakan Hukum Indonesia 2020 Menurut Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva
Soroti penegakan hukum sepanjang 2020, Hamdan Zoelva singgung masalah FPI dengan kepolisian, 2 mantan menteri Jokowi tersangka, dan Djoko Tjandra.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyatakan penegakan hukum yang adil dan menjunjung tinggi hak asasi manusia masih menjadi tantangan berat selama tahun 2020.
Zoelva mengatakan, masyarakat masih menyuarakan isu “kesetaraan hukum” dalam penyelesaian sejumlah kasus, misalnya perbedaan perlakuan hukum dalam kasus pelaporan pelanggaran undang-undang ITE dan kasus kerumunan.
Bagi Zoelva, hukum sejatinya diterapkan secara imparsial, berlaku kepada siapapun dan berkeadilan.
"Meningkatnya pemidanaan terhadap kelompok yang kontra pemerintah mencoreng iklim demokrasi. Proses dialog harus lebih di ke depankan daripada pemidanaan yang sesungguhnya adalah suatu upaya paling akhir atau ultimum remedium," kata Zoelva melalui keterangannya, Selasa (29/12/2020).
Baca juga: Jaksa Agung Berhasil Bangun Zona Integritas di Korps Adhyaksa kata Pakar Hukum
Menurutnya, penegakan hukum di tahun 2020 juga memperlihakan “wajah keras dan memaksa”.
Ia mencontohkan kasus bentrokan antara Front Pembela Islam (FPI) dengan kepolisian.
"Kita patut menyesalkan jatuhnya korban jiwa dalam bentrokan FPI dengan Polri di jalan tol pada akhir tahun ini. Pendekatan persuasif dan humanis harus lebih di ke depankan tanpa mengorbankan ketegasan dalam penegakan hukum," kata dia.
Zoelva juga menyinggung soal dua mantan menteri Kabinet Indonesia Maju yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui, KPK baru-baru ini mentersangkakan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Baca juga: Di Hakordia, Jokowi Tak Singgung 2 Menterinya yang Terjaring OTT KPK
Menurut Zoelva, ditangkapnya dua menteri Kabinet Indonesia Maju dan sejumlah kepala daerah menunjukan rendahnya keteladanan moral para pejabat.
Reformasi birokrasi belum menjadi perhatian penting.
Integritas moral juga tidak menjadi pertimbangan utama partai politik pada saat pencalonan.
Akibatnya yang dilahirkan adalah pejabat yang terlibat dalam perkara korupsi dan harus berurusan dengan hukum.
"Ketika banyak pekerja di PHK, perusahaan bangkrut, tenaga medis berguguran, rumah sakit tidak mampu menampung pasien Covid-19, sejumlah pejabat tinggi negara tersebut justru tega melakukan korupsi. Begitu tipis akhlak dan tanggung jawab kepada rakyat dan negara," katanya.