Pro Kontra Hukuman Kebiri, Ahli: Akan Efektif Jika Dilakukan Tepat Sasaran dan Komprehensif
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel memberikan pandangannya soal hukuman kebiri di Indonesia.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik sekaligus konsultan Lentera Anak Foundation, Reza Indragiri Amriel memberikan pandangannya soal pro kontra hukuman kebiri di Indonesia.
Reza mengaku, dirinya menentang hukuman kebiri sebelum keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Bagi Reza, menurut pernyataan sejumlah menteri waktu itu, hukuman kebiri mengesankan hanya untuk menyakiti si pelaku.
"Yang giliran pelaku dianiyaya negara melalui hukuman kebiri, saya menentang itu," katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Pagi, Rabu (6/1/2020).
Namun, pandangan Reza terharap hukuman kebiri berubah setelah keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020, tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Baca juga: Pimpinan Komisi VIII Sebut Kebiri Kimia Dapat Kurangi Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Baca juga: Pimpinan MPR Minta Pemerintah Maksimalkan Pelaksanaan PP Kebiri Kimia
Reza menilai, dalam PP 70/2020 ada terobosan luar biasa yang dilakukan pemerintah.
Di mana pemerintah melihat hukuman kebiri tidak lagi sebagai jalan untuk 'aksi balas dendam' ke pelaku.
Ini karena dalam pelaksanan hukuman kebiri, ada tahapan yang harus dilakukan.
"Yaitu penilaian klinis, jika tim penilaian klinis mengeluarkan kesimpulan pelaku tidak layak untuk dikebiri maka tidak dijatuhi hukuman ini. Meskipun putusan hakim menyatakan layak dihukum kebiri."
"Adanya ketentuan penilaian klinis, memberikan kesan kuat negara tidak menjadikan kebiri penanganan yang menyakiti pelaku. Tapi lebih fokus ke upaya merubah tabiatnya perilaku si predator menjadi warga negara yang lebih baik," urai Reza.
Reza kemudian berkaca dari negara-negara di Benua Eropa, yang sudah menerapkan hukuman kebiri.
Ia memaparkan data, pelaku seksual terhadap anak yang dihukum kebiri, angka untuk mengulangi perbuatannya lagi hanya 7%.
"Sedangkan predator seksual yang tidak dikebiri, tingkat untuk mengulai perbuatannya lagi mencapai 50%-an," urai Reza.
Reza menyimpulkan, hukuman kebiri akan efektif jika dilakukan secara komprehensif dan tepat sasaran.