Dua Pekan PPKM di Jawa-Bali, Dikritik Ekonom dan Pengusaha, Apa Bedanya dengan PSBB?
Pemerintah Indonesia menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali selama dua pekan, apa bedanya dengan PSBB?
Editor: Sanusi
"Hanya sekadar bertahan. Namun, pasti berimplikasi ke tenaga kerja, pekerja non permanen tidak diperpanjang kontraknya, pekerja tetap akan banyak dirumahkan dan menerima penghasilan tidak penuh," katanya.
Baca juga: PPKM Jawa-Bali, Polri Terbitkan Surat Telegram, Perintahkan 5 Poin Ini untuk para Kapolda
Karenanya, dia menambahkan, dunia usaha mengharapkan pemerintah konsisten dalam menerapkan pembatasan kegiatan terhadap masyarakat luas dengan 3M atau mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak yang selama ini sangat longgar.
"Padahal, pengawasan di perusahaan sudah ketat. Namun, tidak bisa optimal jika tetap berpotensi terpapar di luar lingkungan perusahaan yang tidak dalam kontrol manajemen," pungkas Agung.
Lantas apa beda kebijakan PSBB dengan PPKM?
Pertama, PPKM adalah pembatasan berskala mikro. Kata Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto, ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penerapan di masing-masing daerah akan ditentukan oleh pemerintah daerah.
"Nanti pemerintah daerah, gubernur, akan menentukan wilayah-wilayah yang akan dilakukan pembatasan tersebut," kata Airlangga.
Kedua, mekanisme PPKM dan PSBB berbeda. Jika PSBB inisiatif awal berupa pengajuan pembatasan ada di pemerintah daerah, dalam pembatasan PPKM ada di tangan pemerintah pusat.
Pemerintah pusat menetapkan kriteria awal terhadap daerah-daerah untuk dilakukan pembatasan. Daerah yang masuk dalam kriteria harus menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat.
Kebijakan PSBB tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Dalam aturan itu, dijelaskan bahwa kepala daerah mengajukan PSBB kepada pemerintah pusat.
Pasal 4
(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:
a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
b. penyebaran kasus menurut waktu; dan
c. kejadian transmisi lokal.
Pasal 5
Selain diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID19) dapat mengusulkan kepada Menteri untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu berdasarkan pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Sebagian artikel ini sudah tayang di Kontan dan Kompas.com:
"Kritik Istilah "Gas dan Rem" untuk Pembatasan Aktivitas, Faisal Basri: Nyawa Manusia Jangan Coba-Coba" dan "Bukan PSBB, pemerintah pakai istilah baru PPKM dalam pembatasan kegiatan, ini bedanya"
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.