Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

12 Catatan Kritis LBH Jakarta untuk Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo

LBH menitikberatkan catatannya soal isu pelanggaran HAM dan keterlibatan Polri dalam politik kekuasaan.

Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in 12 Catatan Kritis LBH Jakarta untuk Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo
Tribunnews/Jeprima
Calon Kapolri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo melakukan konferensi pers usai menjalani fit dan proper test (uji kelayakan dan kepatutan) calon Kapolri di lobi Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/1/2021). DPR RI akan mengumumkan terpilih dan tidaknya calon Kapolri baru di Rapat Paripurna selanjutnya. Tribunnews/Jeprima 

Kemudian, tercatat juga demonstrasi menolak Revisi KUHP dan Revisi UU KPK di Jakarta (#ReformasiDikorupsi), polisi melakukan kekerasan setidaknya kepada 88 orang dan dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina dan 2 orang menderita luka pada bagian kepala.

4. Kriminalisasi Aktivis

Kepolisian tampak terseret arus politik kekuasaan. Ketika Polri menunjukkan praktik penegakan hukum yang sulit dibedakan dari bentuk praktik aparat represif kekuasaan terhadap masyarakat atau oposisi yang mengkritik dan memiliki pandangan yang berbeda dengan pemerintah.

Hal ini menjadikan polisi sebagai alat kekuasaan bukan alat negara untuk penegakan hukum yang adil dan imparsial. Polri diduga terlibat dalam banyak upaya pembungkaman dan kriminalisasi aktivis melalui berbagai penerapan pasal karet seperti Pasal Makar, UU ITE , dan lain sebagainya.\

5. Menerbitkan Maklumat dan Instruksi yang Membatasi dan Mengurangi HAM

Sepanjang 2020, Polri telah menerbitkan beberapa Maklumat yang melanggar karena membatasi Hak Asasi Manusia, di antaranya yakni Maklumat Kapolri Nomor : 2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran virus Corona (Covid-19).

Kemudian, Kapolri juga menerbitkan Maklumat Nomor Mak/1/I/2020 itu terbit pada 1 Januari 2021 Tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI yang pada intinya berisi tentang larangan bagi setiap warga negara untuk “tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun melalui media sosial.

BERITA REKOMENDASI

6. Korupsi

Pada November 2020, LBH mengatakan publik kembali dikejutkan oleh keterlibatan 2 Perwira Tinggi Polisi yang terlibat kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra, yakni Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte.

7. Dwifungsi Polisi

Praktik dwifungsi ABRI yang terjadi di masa orde baru dituntut dihapuskan di era reformasi untuk mewujudkan aparat keamanan yang professional dan demokratis.

Namun saat ini, praktik tersebut kembali muncul, seperti menjadi Ketua KPK, Kepala BIN, Direktur Utama BULOG, Kepala BNN, Kepala BNPT, LPSK, Kepala-kepala inspektorat dan direktorat di berbagai kementerian, Lemhanas, menjadi Ketua Umum PSSI hingga menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan masih banyak lainnya.


Ombusdman juga menemukan 13 orang polisi menjadi komisaris BUMN dan 7% dari 167 Komisaris di anak perusahaan BUMN. Kondisi ini tentu saja tidak tepat mengingat salah satu tujuan penghapusan dwifungsi adalah untuk memperkuat pemerintahan yang bersih (good governance) yang bebas dari conflict kepentingan (conflict of interest). 

8. Lemahnya Kontrol Terhadap Pertanggungjawaban Etik dan Hukum Aparat Kepolisian

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas