Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat Dinilai Sebagai Utang Konstitusi
Jika RUU tersebut tidak segera dibahas dan disahkan menjadi undang-undang, maka perampasan wilayah adat yang disertai kekerasan,
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan DPR diminta untuk segera merampungkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat, setelah ditetapkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
"UU Masyarakat Hukum Adat adalah utang konstitusi untuk menjadi panduan pemerintah memenuhi, melindungi dan memajukan hak-hak masyarakat adat," ujar Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi saat dihubungi, Jakarta, Kamis (21/1/2021) malam.
Menurutnya, jika RUU tersebut tidak segera dibahas dan disahkan menjadi undang-undang, maka perampasan wilayah adat yang disertai kekerasan, serta kriminalisasi akan semakin masif lagi.
Baca juga: Alih Fungsi Lahan di Kalsel Sebabkan Banjir Parah, Jokowi Diminta Panggil Perusahaan Tambang
"Kemudian, pemerintah dan perusahaan juga rugi karena biasa investasi di wilayah adat mahal demi keamanan, dan masalah sektoralisme di Indonesia saat ini justru menjadi sumber masalah masyarakat adat," papar Rukka.
Sementara terkait sikap Fraksi Golkar yang belum menerima RUU Masyarakat Hukum Adat masuk ke Prolegnas Prioritas 2021, Rukka merasa kecewa karena sebelumnya AMAN dan Golkar pernah membahas hal tersebut.
Baca juga: Sengketa Lahan Memakan Korban, Dua orang Tewas Dihajar Puluhan Warga di Lampung Tengah
"Golkar mengatakan tumpang tindih aturan? berarti Golkar belum paham betul, padahal awal tahun lalu bertemu dan komitmen," papar Rukka.
Sebelumnya, Anggota Baleg DPR Fraksi Golkar Firman Soebagyo menjelaskan, sikap Golkar bukan sepenuhnya menolak kehadiran RUU Masyarakat Hukum Adat, tetapi lebih berhati-hati agar tidak ada aturan yang tumpang tindih ke depannya.
Baca juga: Siap Digunakan, 2 Hektar Lahan TPU Rorotan Bisa Tampung 5000 Makam Khusus Covid-19
"Komisi III kemarin kan mengusulkan RUU KUHP, dan sedang disusun, ada tentang kedudukan masyarakat adat. Supaya tidak ada tumpang tindih dengan KUHP, maka sebaiknya menunggu KUHP disahkan," papar Firman saat dihubungi.
Menurutnya, setelah RUU KUHP disahkan maka perlu dilihat secara keseluruhan, apakah ada hal yang belum diakomodir terkait masyarakat adat.
"Kalau belum, maka perlu dibuat undang-undang itu. Jadi supaya tidak tumpang tindih lagi, karena pemerintah bersama DPR sudah menyederhakan 84 undang-undang, yang sekarang sebagai Undang-Undang Cipta Kerja," paparnya.