IPW Minta Komjen Pol Listyo Sigit Hapus 3 Diskriminasi di Tubuh Polri, Apa Saja?
Dengan dilantiknya Sigit, Ind Police Watch (IPW) berharap mantan Kabareskrim itu bisa menjadi ikon Anti Diskriminasi di tubuh Polri.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika tak ada aral melintang, Rabu Pon besok Listyo Sigit Prabowo akan dilantik Presiden Jokowi sebagai Kapolri baru menggantikan Idham Azis yang akan pensiun pada 25 Januari 2021.
Dengan dilantiknya Sigit, Ind Police Watch (IPW) berharap mantan Kabareskrim itu bisa menjadi ikon Anti Diskriminasi di tubuh Polri.
Kenapa Sigit harus menjadi ikon Anti Diskriminasi? Sebab selama ini sulit sekali bagi Pati non Muslim untuk memegang jabatan tertentu di Polri.
Baca juga: Soroti Janji-janji Kapolri Listyo, IPW: Percayalah Itu Tidak Akan Bisa Dipenuhi
Bahkan selama Indonesia merdeka dan selama Polri berdiri, baru dua kali Kapolri dijabat Pati non Muslim, yakni Widodo Budidarmo kerabat Ibu Tien dan Listyo Sigit mantan ajudan Jokowi.
Dan Sigit berhasil lolos dari lubang jarum diskriminasi di tubuh kepolisian.
Sebab itu dengan dilantiknya menjadi Kapolri, Sigit harus membawa paradigma baru di tubuh Polri, paradigma yang anti diskriminasi dan Sigit harus mampu menjadi ikonnya.
Setidaknya ada tiga diskriminasi di tubuh Polri yang harus segera dihilangkan Kapolri Sigit, mengingat dirinya sebagai ikon Anti Diskriminasi di Polri.
Pertama, segera cabut Surat Keputusan Kapolri No: Kep/407/IV/2016 tgl 20 April 2016 yang menyebutkan syarat menjadi Kapolda/Wakapolda harus berpendidikan Sespimti/Lemhanas/Sesko TNI.
Baca juga: Listyo Sigit Resmi Jadi Kapolri, Sosok Sang Istri Diana Listyo yang Punya Banyak Anak Asuh
Baca juga: Resmi Jadi Kapolri, Listyo Sigit Prabowo: Kami Ingin Tampilkan Polri yang Tegas namun Humanis
Sementara pendidikan Diklatpim TK I tidak diakui dan hanya syarat untuk Irwasda ke bawah. Ini jelas sangat diskriminatif dan Polri berpotensi diboikot LAN sebagai lembaga yang membuat Diklatpim untuk seluruh ASN.
Kedua, Pati Polwan Polri selama ini terdiskriminasi dan sangat sulit bagi mereka untuk menjadi Kapolda.
Padahal jumlah penduduk perempuan di Indonesia saat ini lebih dari 55 persen. Dalam sejarah Polri baru satu perempuan menjadi Kapolda, yakni Brigjen Rumiyah di Banten.
Ketiga, perwira lulusan Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) saat ini tidak bisa mengikuti Sespimma, Sespimmen dan Sespimti.
Para lulusan SIPSS diarahkan ke pendidikan Diklatpim I, II, dan III.
Kebijakan diskriminatif itu dikeluarkan melalui Pengumuman Kapolri, Nomor: PENG/4/I/DIK.2.2/2021 tanggal 8 Januari 2021 tentang penyelenggaraan pendidikan SESPIMMA Angkatan ke-65 dan 66 T.A. 2021.
Salah satu isi Poin nomor 3b, yaitu persyaratannya hanya untuk Perwira Lulusan Akpol dan SIP. Tentunya pengumuman ini sangat merugikan dan sangat diskriminatif bagi lulusan SIPSS.
Selanjutnya jika melihat dari ST Kapolri Nomor: ST/299/I/DIK.2.5./2020 Tanggal 29 Januari 2020, pendidikan Diklatpim Tingkat I, terdapat syarat ketentuan usia anggota Polri minimal 47 tahun.
Hal ini sangat diskriminatif bagi lulusan SIPSS, karena untuk di level AKP, rata-rata usia lulusan Personel Polri dari SIPSS berada pada usia 32 tahun.
Baca juga: Listyo Sigit Resmi Jadi Kapolri, Sosok Sang Istri Diana Listyo yang Punya Banyak Anak Asuh
Artinya jenjang kariernya akan tertunda sangat lama, sampai usia 47 tahun.
IPW berharap Sigit sebagai Kapolri baru, yang baru lolos dari lubang jarum diskriminasi di tubuh Polri, bisa melihat berbagai kebijakan yang bersifat diskriminatif di tubuh kepolisian.
Setidaknya bisa melihat, kenapa perwira SIPSS tidak diperbolehkan ikut Dikbangum Polri, padahal mereka juga personel Polri yang sama dengan lainnya.
Jika di internalnya saja, Polri sudah penuh dengan sikap sikap diskriminasi bagaimana anggotanya yang bertugas di lapang bisa bersikap Persisi dalam melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
Bagaimana anggota Polri bisa bersikap adil dalam melakukan penegakan hukum di masyarakat, sementara kehidupan institusinya penuh dengan sikap diskriminasi.
Sebab itu, setelah dilantik menjadi Kapolri tugas pertama Sigit adalah segera mencabut dan menghapus semua kebijakan yang berbau diskriminasi di tubuh Polri. Sigit harus mampu menjadi ikon Anti Diskriminasi.
Rabu Pon
Presiden Joko Widodo direncanakan melantik Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri pada Rabu (27/1/2021).
Menurut penanggalan masyarakat jawa, pelantikan Kapolri dilakukan pada weton Rabu Pon.
Rabu Pon merupakan weton dari Presiden Jokowi yang lahir pada 21 Juni 1961.
Presiden Jokowi kerap mengeluarkan keputusan penting pada hari ini.
Diantaranya, Presiden Jokowi memutuskan reshuflle kabinet pada Rabu Pon.
Dikutip dari Kompas.id, reshuffle pada Kabinet Kerja periode 2014-2019 acap kali terjadi pada Rabu Pon, tepatnya reshuffle pertama (12/8/2015) dan reshuffle kedua (27/7/2016).
Sisanya yakni reshuffle ketiga terjadi pada Rabu Pahing (17/1/2018).
Adapun pengumuman susunan menteri Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 berlangsung pada Rabu Legi (23/10/2019).
Terakhir, reshuffle kabinet dilakukan pada Rabu Pon yakni 23 Desember 2020.
Makna Rabu Pon
Dikutip dari Kompas TV, Pon berasal dari kata panyorote dino atau sinar yang menerangi hari.
Rabu Pon memiliki neptu berjumlah 14, sehingga dipercaya orang yang lahir pada weton ini memiliki sifat seperti rembulan, yakni bisa menjadi penerang dan menentramkan hati orang lain.
Sisi positifnya, orang yang berada di bawah naungan Rabu Pon selalu merencanakan tindakan dengan hati-hati, tidak mudah putus asa, dan terbuka terhadap peluang baru.
Sementara sisi negatif, identik dengan suka pamer.
Pon adalah salah satu dari lima hari pasaran Jawa, yaitu, Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage.
Direktur Lembaga Cahaya Nusanatara (Yantra), Hangno Hartono, menuturkan weton Jawa menunjukkan hidup menurut orang Jawa bisa dihitung atau diukur, sebagaimana perhitungan dalam tradisi orang Cina.
Suratan manusia ditentukan oleh perhitungan yang berkaitan dengan keberadaan alam semesta.
“Misal, petani melihat panen dengan berpatokan pada bintang, demikian juga pelayaran,” kata Hangno.
Kepercayaan Jawa meyakini manusia bagian dari kosmos atau alam semesta, sehingga hal-hal yang terjadi di alam semesta bisa dihitung secara matematis.
Hangno mengatakan raja-raja di Jawa juga selalu memperhatikan perhitungan weton dalam mengambil keputusan besar.
Setiap kerajaan memiliki ahli nujum yang membantu raja membuat keputusan berdasarkan perhitungan.
Nujum yang dimaksud adalah ilmu perbintangan yang sangat kompleks, sehingga tidak hanya melihat rasi bintang, melainkan juga hal-hal lainnya yang ada di alam semesta.
Perhitungan weton juga bisa dipelajari orang awam karena sudah ada di primbon.
Salah satunya kitab betaljemur adammakna.
Hangno mengatakan dalam dunia wayang yang menjadi representasi kehidupan manusia, ahli nujum kerap digambarkan sebagai penasihat spritual.
Durna, misalnya, menjadi contoh penasihat spiritual.
Tak Ada Tradisi Khusus
Kepolisian RI memastikan tidak ada tradisi khusus yang dilakukan internalnya menjelang pergantian Kapolri Jenderal Idham Azis kepada Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri baru.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan kinerja Kepolisian RI juga akan berjalan seperti biasa.
Sebaliknya, prosesi resmi hanya akan dilakukan saat serah terima jabatan usai pelantikan.
"Tetap ada proses pergantian Kapolri serah terima jabatan itu ada tapi semua dilakukan dengan disesuaikan dengan situasi pandemi, seperti itu," kata Rusdi dalam keterangannya, Jumat (22/1/2021).
Sebaliknya, ia memastikan prosesi serah terima jabatan tetap digelar dengan mentaati protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.
"Ya kan seperti biasa, serah terima jabatan terus penyerahan, itu tradisi saja di internal. Seperti itu saja serah terima jabatan antara Kapolri lama dengan Kapolri yang baru itu ada prosesi itu. Tapi sekarang karena masanya pandemi, semua dilakukan dengan mentaati protokol COVID-19," pungkasnya.