Tak Ungkap Penyakit Maaher At-Thuwailibi, Polri: Sakit Sensitif, Berkaitan dengan Nama Baik Keluarga
Pihak kepolisian tak ingin membeberkan penyakit yang menyebabkan Pendakwah Ustaz Maaher At-Thuwailibi meninggal dunia.
Penulis: Ranum KumalaDewi
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pihak kepolisian tak ingin membeberkan penyakit yang menyebabkan Ustaz Maaher At-Thuwailibi meninggal dunia.
Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono, mengatakan penyakit yang diderita Soni Eranata atau Maaher At-Thuwailibi sebelum meninggal dunia sensitif untuk diungkapkan ke publik.
Ia khawatir pengungkapan penyakit kehadapan publik dapat merusak nama baik almarhum.
"Saya tidak bisa menyampaikan sakitnya apa karena ini adalah sakit yang sensitif. Ini bisa berkaitan dengan nama baik keluarga almarhum," ujar Argo dalam konferensi pers, Selasa (9/2/2021).
Baca juga: Polri Peringatkan Pihak-pihak yang Sebar Isu Ustaz Maheer Disiksa: Awas, Jangan Sebar Berita Bohong
Baca juga: DPR Kritik Viral Video Tilang, Korlantas Polri Siap Benahi Menggunakan Sistem Tilang Elektronik
Sebagaimana diketahui, pihak keluarga sempat menyatakan almarhum mengalami sakit luka atau infeksi di usus (TB Usus).
Terkait hal ini, Polri juga masih enggan untuk membeberkan penyakit yang diderita Maaher.
"Sakitnya sensitif yang bisa membuat nama baik keluarga juga bisa tercoreng kalau kami sebutkan di sini," tuturnya.
Diwartakan oleh Tribunnews.com, Rabu (10/2/2021), polisi juga memastikan telah mengantongi rekam medis perawatan Maheer At-Thuwailibi sebelum meninggal dunia.
Hal tersebut sekaligus membantah Polri tidak memberikan ruang Maheer untuk mendapatkan perawatan saat mengalami sakit di dalam Rutan Bareskrim.
Sebelum meninggal dunia, Argo menyatakan Maheer sempat diantarkan untuk perawatan ke RS Polri, Jakarta Timur.
Tepatnya, tersangka mendapatkan perawatan selama 7 hari pada 21 Januari 2021 yang lalu.
Saat di RS Polri, Maheer mendapatkan perawatan dan pelayanan yang sama seperti pasien lainnya setiap harinya.
Polri juga telah memegang rekam medis tersangka selama mendapatkan perawatan di RS Polri.
"Semua ini adalah rekam medis. Artinya ini keterangan dari dokter yang bersangkutan adalah sakit. Hasil lab juga ada kita cek semuanya. Ini beberapa hasilnya yang kita dapatkan dari dokter dan laboratorium juga ada, juga ada dari Pusdokkes Polri," jelas Argo.
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Rabu (10/2/2021), kuasa hukum Maaher, Novel Bamukmin, mengatakan kliennya menderita radang usus akut sebelum meninggal di tahanan.
Selain itu, Maaher juga mengalami alergi kulit disebabkan cuaca yang belakangan tidak baik.
Maaher sempat dirawat di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, tetapi menurut Bamukmin tidak maksimal.
"Sakit radang usus akut dan penyakit kulit karena alergi cuaca dan penanganan medis yang buruk," kata Bamukmin saat dihubungi, Selasa (9/2/2021).
Komnas HAM akan Menyelidiki Kematian Maheer
Dilansir oleh Tribunnews.com, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam, mengatakan pihaknya akan menyelidiki kematian Maheer.
"Kami akan meminta keterangan kepolisian. Kenapa penyebab kematiannya," ujar Choirul.
Choirul mengatakan Komnas HAM memberi perhatian khusus pada kasus-kasus kematian dalam tahanan.
Namun, pihak Komnas HAM perlu menggali informasi lebih dalam.
"Walau polisi telah mengatakan dia meninggal sakit, penting untuk diketahui sakitnya apa, dan bagaimana sakit itu berlangsung di rutan dan sampai meninggal," kata Choirul.
Baca juga: Libur Panjang Imlek, Polri Bakal Gelar Tes Swab Antigen Secara Acak di Sejumlah Rest Area
Baca juga: Novel dan Kuasa Hukum Almarhum Ustaz Maheer akan Minta RS Polri Berikan Data Secara Transparan
Kasus Penahanan Maheer
Sebelumnya, Maheer ditahan sejak 4 Desember 2020.
Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penghinaan terhadap Habib Luthfi melalui akun media sosial Twitter @ustadzmaaher_.
Maheer ditangkap di kawasan Tanah Sereal, Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 04.00 WIB, Kamis (4/12/2020).
Maheer diringkus berdasarkan laporan polisi bernomor LP/B/0677/XI/2020/Bareskrim pada 27 November 2020.
Dia terancam 6 tahun penjara atau denda paling tinggi 1 Miliar rupiah, sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ketika ditahan Maheer sempat mengeluh sakit, kemudian petugas rutan termasuk tim dokter membawanya ke RS Polri.
"Setelah diobati dan dinyatakan sembuh, yang bersangkutan dibawa lagi ke Rutan Bareskrim," ujar Argo.
Pada 4 Februari 2021, berkas perkara Soni masuk tahap II di kejaksaan.
Setelah barang bukti dan tersangka diserahkan ke jaksa, Soni pun berstatus sebagai tahanan kejaksaan yang dititipkan di Rutan Bareskrim.
Maheer kembali mengeluh sakit, kemudian petugas rutan dan tim dokter menyarankan agar yang bersangkutan kembali dibawa ke RS Polri untuk mendapatkan perawatan.
Namun, Maaher tidak mau hingga akhirnya mengembuskan napas terakhir di Rutan Bareskrim pada Senin (8/2/2021).
(Tribunnews.com/Ranum Kumala Dewi/Igmam Ibrahim/Denis) (Kompas.com/Tsarina Maharani)