Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Sidang Penyuap Eks Sekretaris MA, Saksi Baru Sadar Kenal Adik Ipar Nurhadi

Dalam kesaksiannya, Devi mengaku kenal dengan Rahmat Santoso pada tahun 2016. Ia juga tahu kalau Rahmat Santoso adalah adik ipar dari Nurhadi. 

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Di Sidang Penyuap Eks Sekretaris MA, Saksi Baru Sadar Kenal Adik Ipar Nurhadi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar memberikan keterangan saat konferensi pers penahanan tersangka Daftar Pencarian Orang (DPO) Hiendra Soejoto di gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/10/2020). KPK resmi menahan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soejoto setelah DPO sejak 11 Februari 2020 terkait dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011-2016 yang melibatkan Mantan Sekretaris MA Nurhadi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan suap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono, dengan terdakwa Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto, pada Jumat (19/2/2021).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi bernama Devi Chrisnawati, seorang notaris rekanan Bank Bukopin Surabaya.

Dalam kesaksiannya, Devi mengaku kenal dengan Rahmat Santoso pada tahun 2016. Ia juga tahu kalau Rahmat Santoso adalah adik ipar dari Nurhadi

"Saya baru sadar, saya kenal dia adalah adik iparnya pak Nurhadi. Ya saya kenal. Kenal 2016," kata Devi.

Devi menuturkan ia tahu hal itu setelah terjadi peristiwa penggeledahan di kediaman Nurhadi pada tahun 2016.

Ia pertama bertemu dengan Rahmat Santoso saat itu dalam kapasitas perjanjian kredit Rezky Herbiyono di Bank Bukopin.

Belakangan di tahun 2018, Devi baru mengetahui bahwa profesi Rahmat Santoso berkaitan di bidang hukum.

Berita Rekomendasi

"Tahu adik iparnya pak Nurhadi dari setelah kejadian penangkapan penggeledahan tahun 2016. Pertama kali ketemu, saya dalam kapasitas terkait perjanjian kredit Rezky Herbiyono," tuturnya.

"Tahun 2018 saya baru tahu kalau beliau profesinya berkaitan di bidang hukum. Kayaknya pengacara," sambung dia.

Dalam persidangan sebelumnya, Rahmat Santoso dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) jaksa, menjanjikan memenangkan PK perkara harta gono gini milik Direktur PT Benang Warna Indonusa, Freddy Setiawan di MA. Alasannya karena Rahmat punya keluarga yang menjabat di lingkungan MA, yang tak lain adalah Nurhadi.

Baca juga: Saksi Benarkan Rezky Herbiyono Panggil Nurhadi dengan Sebutan Babe, Sidang Sebelumnya Bantah

Total bayaran fee pengurusan perkara itu senilai Rp23,5 miliar dari Freddy kepada Rahmat.

Rinciannya, pembayaran sebesar Rp19 miliar diberikan ke Rahmat sebelum putusan PK keluar. Kemudian Rp4,5 miliar setelah putusan PK diketok.

Diketahui upaya hukum PK Freddy yang diurus Rahmat berakhir dengan kemenangan di MA pada Mei 2015 lalu.

"Rahmat Santoso kembali meyakinkan saya, bisa membantu memenangkan perkara peninjauan kembali (PK) terkait harta gono gini dengan mantan istri saya Cendrawati Gunawan. Rahmat Santoso mengatakan kepada saya bahwa mempunyai keluarga di MA yang bernama Nurhadi yang dapat membantu saya memenangkan perkara tersebut," kata jaksa kembali membacakan BAP, yang dibenarkan Freddy.

Dalam perkara ini, Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.

Jaksa mendakwa Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.

Uang Rp45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.

Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp37.287.000.000. Nurhadi disebut memerintahkan Rezky untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014-2017.

Atas perbuatannya itu, Nurhadi dan Rezky didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Sementara Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto didakwa memberi suap ke Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono sebesar Rp45,7 miliar, tepatnya Rp45.726.955.000.

Pemberian suap itu dimaksudkan agar Nurhadi dan Rezky Herbiyono mengupayakan pengurusan dua perkara sekaligus.

Yakni perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN), terkait gugatan perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi, dan 26.800 meter persegi, dan gugatan melawan Azhar Umar terkait sengketa kepemilikan saham PT MIT.

Adapun praktik penyuapan pengurusan perkara - perkara tersebut disamarkan lewat perjanjian kerjasama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) antara Hiendro dengan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.

Hiendra menyuap Nurhadi karena dianggap punya kekuasaan dan kewenangan dalam mengupayakan pengurusan perkara - perkara tersebut.

Atas perbuatan menyuap penyelenggara negara, Hiendra Soenjoto diancam pidana dalam Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas