Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Irjen Napoleon Bonaparte: Saya Korban Kriminalisasi Institusi Polri

Ia menjelaskan bentuk kriminalisasi dan malpraktik yang menimpa dirinya berangkat dari penegakan hukum yang terkesan tak berdasar.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Irjen Napoleon Bonaparte: Saya Korban Kriminalisasi Institusi Polri
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte usai diperiksa sebagai tersangka di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (28/8/2020) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri sekaligus terdakwa kasus suap Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte menyebut ia adalah korban kriminalisasi institusi Polri.

Napoleon juga menyebut dirinya adalah korban malpraktik dalam penegakan hukum.

Pernyataan ini ia sampaikan saat membaca nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan pidana penjara 3 tahun, karena disebut terbukti menerima uang suap dari buronan kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

"Bahwa kami telah menjadi korban dari kriminalisasi melalui media sosial yang memicu malpraktik dalam penegakan hukum," ucap Napoleon dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/2/2021).

Ia menjelaskan bentuk kriminalisasi dan malpraktik yang menimpa dirinya berangkat dari penegakan hukum yang terkesan tak berdasar.

Penegakan hukum dalam kasus Djoko Tjandra, disebut hanya demi mempertahankan citra institusi Polri semata.

Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/2/2021). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/2/2021). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Kasus Djoko Tjandra diusut lantaran terjadi pemberitaan secara masif di media massa dan berskala nasional pada pertengahan bulan Juli 2020, atas tudingan pemerintah Indonesia khususnya institusi penegakan hukum sudah kecolongan.

Berita Rekomendasi

"Sehingga memicu malpraktik penegakan hukum atas nama mempertahankan keluhuran marwah institusi," ucapnya.

Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte: Jaksa Hanya Bisa Buktikan Fakta Terjadi Pertemuan, Bukan Penerimaan Suap

"Kemudian disambut oleh pemberitaan di media massa secara masif dan berskala nasional, sejak pertengahan bulan Juni 2020, yang menuding, bahwa pemerintah Indonesia, terutama penegak hukum terkait telah kecolongan," sambung dia.

Masifnya pemberitaan tersebut diperparah dengan munculnya foto surat keterangan bebas Covid-19 atas nama Brigjen Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra dan pengacaranya Anita Kolopaking yang diteken pihak Pusdokes Polri.

Sehingga, membuat kepercayaan atas institusi Polri kian menurun. Sebab kata dia, ada anggapan bahwa Polri sebagai biang keladi di balik rentetan kasus Djoko Tjandra.

"Telah menggulirkan tudingan publik kepada Polri, bahwa yang dianggap sebagai biang keladi tercorengnya kewibawaan pemerintah akibat kelemahan aparat hukum negara," pungkasnya.

Napoleon Didakwa 3 Tahun Penjara

Irjen Napoleon Bonaparte dituntut 3 tahun pidana dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Napoleon dinilai terbukti menerima suap penghapusan red notice Interpol Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas