Ingin Program JKN-KIS Lebih Berkualitas, Dirut Paparkan Prospek dan Tantangan ke Depan
Direktur Utama BPJS Kesehatan mengungkapkan program JKN-KIS telah memberikan banyak pembelajaran bagi pengelolaan jaminan sosial di Indonesia.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memaparkan prospek dan tantangan pengelolaan program ke depan pada kuliah umum yang dilaksanakan oleh Prodi Magister Ilmu Kedokteran Klinis FK-KMK Universitas Gadjah Mada, Jumat (05/03).
Menurutnya, tahun ke-7 Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), program ini juga telah memberikan banyak pembelajaran bagi pengelolaan jaminan sosial di Indonesia.
“Program JKN-KIS berkontribusi pada berbagai sektor di indonesia seperti pencegahan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan usia harapan hidup. Angka tersebut diharapkan terus meningkat, sehingga cita-cita dari penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia dapat terwujud,” kata Ghufron.
Selain itu, kehadiran Program JKN-KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan menjadi pembelajaran negara lain dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan.
Selain aktif dalam organisasi jaminan sosial tingkat dunia, berbagai negara juga sering melakukan penelitian, kerja sama strategis, dan tujuan pembelajaran negara-negara seperti Bangladesh, Turki, Kamboja, India, dan Aljazair yang hendak menerapkan sistem jaminan sosial.
Lebih lanjut, BPJS Kesehatan juga menjadi tambang data jaminan kesehatan lewat ekosistem digital yang dibangun dan terus disempurnakan. Lebih jauh data yang dihasilkan dari ekosistem digital ini dimanfaatkan untuk kebutuhan studi maupun perumusan kebijakan hingga ke tingkat Pemerintah Daerah, dengan diluncurkan ‘Data Sampel’ dan ‘Dashboard JKN’.
Namun Ghufron juga mencermati, berbagai tantangan yang harus ditindaklanjuti bersama. Diantaranya, pentingnya memastikan keseimbangan antara manfaat dan iuran JKN. Pada awal implementasi Program JKN, terjadi ketidakseimbangan antara manfaat JKN yang komprehensif dengan besaran iuran yang ditetapkan.
“Ketidakseimbangan tersebut akan berdampaknya kualitas layanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS. Jika terdapat keseimbangan maka akan mudah memastikan kuantitas dan kualitas dari layanan di fasilitas kesehatan,” kaya Ghufron.
Tantangan lain yang perlu mendapat perhatian adalah perlunya peta jalan integrasi sistem dan basis data antar instansi pemangku kepentingan Program JKN. Hal tersebut diharapkan akan mempercepat cakupan kepesertaan Program JKN-KIS dan efektifitas sumber daya untuk mengoptimalkan proses pendaftaran, pengumpulan iuran, dan penjaminan pelayanan kesehatan.
“Peran instansi terkait termasuk Pemerintah Daerah yang terintegrasi serta sesuai dengan target yang ditetapkan. Ini juga sesuai dengan yang diharapkan oleh WHO, bahwa setiap manusia harus memiliki akses terhadap jaminan kesehatan atau universal health coverage, dimana setiap individu, kapanpun, dimanapun, memiliki akses jaminan kesehatan tanpa kesulitan finansial,” kata Ghufron.
Ghufron juga menyoroti perlunya reshaping manfaat JKN berbasis kebutuhan dasar kesehatan dan kelas rawat inap JKN. Selain itu, perlunya pentahapan dalam perubahan sistem pembayaran kepada fasilitas kesehatan. Hal ini harus diantisipasi khususnya oleh fasilitas kesehatan.
“Terlebih adanya perubahan epidemiologi pasca pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 mengubah sendi kehidupan termasuk pola penyakit dan pola pengobatan. Ini juga harus diantisipasi BPJS Kesehatan dan bagi seluruh pemangku kepentingan JKN. Bisa saja, kunjungan pelayanan kesehatan akan kembali meningkat pasca pandemi sehingga biaya pelayanan kesehatan akan kembali tingggi, untuk itu perlu diperkuat langkah-langkah promotif dan preventif,” kata Ghufron. (*)