Jadi Panglima TNI di Era SBY, Kini Ketum Demokrat Kubu Kontra AHY, Ini Perjalanan Karir Moeldoko
Berikut profil Moeldoko, yang pernah dilantik Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Panglima TNI pada 2013.
Editor: Anita K Wardhani
- Tanda Jasa dari PBB
- Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
- Ops Timtim
- Konga Garuda XI-A
Karier Politik
Setelah pensiun dari militer, Moeldoko menjajaki ranah politik praktis.
Moeldoko tercatat masuk ke dalam jajaran pengurus Partai Hanura pimpinan Oesman Sapta Odang pada 2016.
Moeldoko tercatat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Hanura.
Dia mendampingi Jenderal TNI (Purn) Wiranto yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina.
Karier politiknya kini merambah kabinet dan masuk Istana Kepresidenan.
Pada 17 Januari 2018, Moeldoko ditunjuk sebagai Kepala Staf Kepresidenan menggantikan Teten Masduki.
Terpilih Jadi Ketum Demokrat
Meski tak hadir, Moeldoko resmi jadi ketua umum Partai Demokrat versi KLB, Jhoni Allen: Dipilih atas Hati Nurani. (Tangkapan Layar Youtube Kompas TV)
Terbaru, Moeldoko terpilih jadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB), Jumat (5/3/2021).
Keputusan ini diketuk dalam sidang KLB, tapi masih menunggu persetujuan Moeldoko, yang langsung dihubungi melalui panggilan suara panitia kongres.
"Bapak Moeldoko yang terhormat, kami sepakat bapak sebagai Ketua Demokrat," ujarnya.
Mendengar hal tersebut, Moeldoko pun memberikan sejumlah pertanyaan sebelum menerima amanah tersebut, yaitu meminta kader untuk serius mendukungnya.
"Walaupun secara aklamasi memberikan kepracayaan kepada saya. Tapi saya ingin memastikan keseriusan teman-teman semua," ujarnya dikutip dari Kompas TV.
Kemudian karena para peserta KLB serius untuk mendukung Moledoko pun menerima.
"Baik, saya terima menjadi Ketua Umum Demokrat," ujarnya.
Sempat Bantah Isu Kudeta
Sementara itu, pada Rabu (3/2/2021) lalu, Moeldoko menggelar konferensi pers untuk kembali membantah tudingan terlibat dalam isu mendongkel kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Ia mengaku tak punya hak lantaran bukan bagian dari internal partai.
"Saya ini orang luar, enggak punya hak apa-apa gitu lho, yang punya hak kan mereka di dalam."
"Apa urusannya? Nggak ada urusannya," kata Moeldoko di kediamannya, Rabu (3/2/2021), dikutip dari Kompas.com.
Moeldoko pun berandai-andai, seandainya punya pasukan bersenjata, ia tetap tak bisa mengudeta kepemimpinan AHY.
Sebab, kata dia, pergantian kepemimpinan partai tak bisa dilakukan sembarangan dan harus mengacu pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah (AD/ART).
"Anggaplah (saya) Panglima TNI yang pengin bisa jadi Ketua Umum Demokrat, emangnya gue bisa gitu todong-todong senjata untuk para DPC, DPD, ayo datang ke sini, gue todongin senjata. Semua kan ada aturan AD/ART," ujar dia.
Moeldoko menegaskan, sama sekali ia tak punya kuasa untuk mengudeta kepemimpinan Partai Demokrat.
Ia bahkan mengultimatum pihak-pihak yang terlibat dalam tudingan ini untuk berhati-hati dan tidak melakukan fitnah.
"Jadi saya ingatkan, hati-hati, jangan memfitnah orang. Hati-hati saya ingatkan itu," kata Moeldoko.
"Di Demokrat ada Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), ada putranya, Mas AHY, apalagi kemarin dipilih secara aklamasi. Kenapa mesti takut dia?" pungkasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perjalanan Moeldoko, dari Panglima TNI hingga Ditunjuk Presiden Jadi KSP".
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Maliana) (Kompas.com/Bayu Galih/Fitria Chusna Farisa)