Pakar Hukum: Presiden Tiga Periode Punya Implikasi Hukum Negatif
Bivitri Susanti menilai wacana presiden tiga periode memiliki implikasi hukum bila diterapkan di Indonesia.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menilai wacana presiden tiga periode memiliki implikasi hukum bila diterapkan di Indonesia.
Karena masa jabatan presiden yang terlalu lama akan berpotensi akan terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
“Presiden tiga periode, ada implikasi hukumnya, tetapi negatif. Karena masa jabatan terlama berpotensi penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) ini dalam Diskusi Daring Forum Diskusi Salemba 50: ‘Merefleksikan Kembali, Demokrasi Kita di Persimpangan Jalan?,’ Rabu (24/3/2021).
Selain itu presiden tiga periode juga, lanjut dia, akan memperlambat perubahan generasi kepemimpinan di Indonesia.
“Kapan kita bisa lihat generasi muda naik kepemimpinannya, jika kepala pemerintahan itu diperpanjang lagi ndan lagi,” jelasnya.
Baca juga: Soal Wacana Presiden 3 Periode, Megawati: yang Ngomong Itu Sebenarnya yang Mau
Baca juga: Wacana Presiden 3 Periode, Benny K Harman: Halusinasi, Mungkin dari Politisi yang Suka Cari Muka
Isu presiden tiga periode ini menurut dia, tidak menjadi perhatian atau fokus masyarakat. Isu ini datang tiba-tiba dari segelintir elite politik.
Karena dia menjelaskan masyarakat lebih fokus ke isu-isu konkrit seperti korupsi, pembungkaman demokrasi, pandemi.
“Ngak ada yang ngomongin isu ini sebelumnya. Tiba-tiba saja elite politik membicarakannya. Ini yang harus kita perhatikan siapa yang membawa-bawa isu ini sebenarnya,” ucapnya.
Untuk isu ini, memang kata dia, hanya bisa dilakukan melalui amandemen UUD 1945.