Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Isi Lengkap Telegram Kapolri yang Tuai Kontroversi karena Larang Media Siarkan Arogansi Polisi

Telegram itu menjadi polemik lantaran tertulis Kapolri meminta agar media tidak menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Isi Lengkap Telegram Kapolri yang Tuai Kontroversi karena Larang Media Siarkan Arogansi Polisi
Tribunnews.com
Ilustrasi Polisi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram terkait dengan peliputan media massa di lingkungan Polri. Telegram itu, ditujukan kepada para Kapolda dan Kabid Humas jajaran tertanggal 5 April 2021.

Namun, telegram itu menjadi polemik lantaran tertulis Kapolri meminta agar media tidak menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Hal itu termaktub dalam poin pertama dalam telegram tersebut.

Perintah itu tertuang dalam surat telegram (ST) dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 tentang pedoman pelaksaan peliputan bermuatan kekerasan dan atau kejahatan.

Baca juga: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Larang Media Siarkan Konten Kekerasan dan Arogansi Personel Polri

ST tersebut ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada tanggal 5 April 2021. Dalam ST itu, ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas di daerah.

Ketika dikonfirmasi, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono membenarkan adanya surat telegram tersebut. Surat telegram itu diterbitkan untuk menjaga kinerja Polri.

"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi saat dikonfirmasi, Selasa (6/3/2021).

Baca juga: Kapolri Soal Penurunan Kepuasan Masyarakat pada Polri: Kita Tidak Perlu Alergi

Dalam surat telegram itu, setidaknya ada 11 poin instruksi Kapolri kepada jajarannya yang bertugas di kehumasan. Yang paling pertama adalah media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang arogan dan berbau kekerasan.

Berita Rekomendasi

"Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," sebagaimana dikutip ST tersebut.

Kedua, jajarannya yang bekerja di bidang humas tidak boleh menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. 

Ketiga, tidak boleh menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

"Keempat tidak boleh memberitakan terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan," jelas TR tersebut.

Kelima, tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual. 

Keenam, menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. 

Ketujuh, menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban, beserta keluarga maupun korbannya yang masih di bawah umur juga harus disamarkan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas