Cabut Larang Media Liput Kekerasan, Surat Telegram Kapolri Hanya Berumur Sehari
Ramai dikritik sejumlah kalangan, akhirnya kapolri cabut surat telegram mengenai peliputan media massa di lingkungan Polri.
Editor: Theresia Felisiani
"Kalau buat pers justru itu penting diberitakan sebagai koreksi kepada polisi. Yang benar, Kapolri harus melarang polisi bersikap arogan dalam melaksanakan tugas. Sudah pasti tidak ada video yang merekam peristiwa itu untuk disiarkan," bebernya.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli meminta Polri menjelaskan telegram Kapolri itu.
Menurut Arif, isi dari telegram tersebut masih belum jelas apakah ditujukan untuk media internal Polri atau media massa secara umum.
"Polri harus menjelaskan telegram tersebut apakah pelarangan tersebut berlaku untuk media umum atau media internal atau kehumasan di lingkungan kepolisian," ujar Arif.
Arif tidak menginginkan ada kebingungan atau salah tafsir dalam mengimplementasikan TR Kapolri tersebut.
"Jangan sampai terjadi kebingungan dan perbedaan tafsir. Terutama jika kapolda di daerah menerapkannya sebagai pelarangan media umum," ucapnya.
Baca juga: Reaksi Munarman Namanya Tertulis di Benda Mencurigakan di Depok dan Kesaksian Pedagang Buah Lontar
Tak hanya dari kalangan pers, surat telegram itu juga mendapat sorotan dari anggota DPR. Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir mengatakan bakal meminta penjelasan Kapolri untuk menjelaskan maksud telegram tersebut.
"Terkait telegram itu aparat atau media itu kan harus jelas juga, harus dipertanyakan, kalau media kan harus menyebarkan sebenar-benarnya sesuai dengan fakta di lapangan. Jadi tentunya kami ingin mengkarifikasi ke Pak Kapolri khususnya terkait dengan maksud dari telegram itu terkait dengan peredaran gambar kekerasan," kata Adies di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/4).
Politikus Partai Golkar itu juga mempertanyakan, apakah telegram tersebut hanya berlaku bagi internal kepolisian atau berlaku juga bagi media.
Menurutnya, selama ini larangan menyiarkan gambar-gambar yang brutal untuk menghindari penyebaran berita bohong di masyarakat.
Namun kalau media, dilarang untuk menyiarkan gambar-gambar kekerasan oleh aparat, bakal memunculkan polemik.
"Saya pikir kita tidak boleh mengebiri hak-hak rekan jurnalis. Oleh karena itu sekali lagi kami akan mengklarifikasi dulu kepada Pak kapolri nanti pada saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III atau kalau sempat nanti saya telepon, saya akan menanyakan kira-kira maksudnya apa," ucap Adies.
Dicabut
Setelah menuai prokontra dan mendapat sorotan sejumlah kalangan, Kapolri akhirnya mencabut surat telegram tersebut.