Survei LSI : 34,6 Persen PNS Nilai Korupsi di Indonesia Terus Meningkat
mayoritas PNS atau sebanyak 34,6 persen PNS menilai korupsi di Indonesia saat ini kian memburuk atau terus meningkat.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terkait persepsi korupsi dari pandangan kalangan pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia.
Berdasarkan hasil survei, mayoritas PNS atau sebanyak 34,6 persen PNS menilai korupsi di Indonesia saat ini kian memburuk atau terus meningkat.
"Sekitar 34,6 persen (PNS) menjawab tingkat korupsi di Indonesia saat ini meningkat, sementara 33,9 persen menyatakan tidak ada perubahan, dan 25,4 persen mengatakan menurun," ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, dalam diskusi daring bertajuk 'Tantangan Reformasi Birokrasi: Persepsi Korupsi, Demokrasi, dan Intoleransi di Kalangan PNS', Minggu (18/4/2021).
Dalam survei kali ini, LSI melibatkan sebanyak 1.201 PNS untuk menjadi responden. Mereka diwawancarai dalam kurun waktu 3 Januari-31 Maret 2021.
Untuk populasi PNS yang disurvei mencakup PNS di 14 provinsi dan menggunakan metode multistage random sampling melalui wawancara tatap muka.
Baca juga: Dugaan Korupsi Dinas Damkar, Kejari Depok Banjir Karangan Bunga, Begini Reaksi Wakil Wali Kota
Djayadi sendiri mengatakan mayoritas PNS yang menyatakan korupsi terus meningkat di Indonesia masih terbilang rendah dalam jumlah jika dibandingkan dengan persepsi publik terhadap situasi korupsi di Indonesia.
Sebab, persepsi publik terhadap korupsi yang merupakan hasil survei LSI pada Desember 2020 menunjukkan ada 56,4 persen dari total responden beranggapan korupsi di Indonesia meningkat.
Bahkan 58,3 persen pelaku usaha dan 57,6 persen pemuka opini, juga memiliki persepsi yang sama.
Baca juga: Buntut Bongkar Dugaan Korupsi, Sandi Diintimidasi, LPSK Tawarkan Perlindungan
Namun yang menjadi catatan penting, kata Djayadi, bahwa bukan hanya masyarakat umum yang beranggapan korupsi di Indonesia memburuk, tetapi juga para pegawai negeri sipil.
"Secara umum, persepsi PNS terhadap situasi korupsi di Indonesia lebih positif dibandingkan dengan masyarakat umum maupun pelaku usaha dan pemuka opini (opinion maker)," kata Djayadi.
Baca juga: Heboh Petugas Damkar Depok Ungkap Dugaan Korupsi, Kini Dipanggil Kejari dan Kemendagri
Bagian Pengadaan
Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkap hasil survei dimana bagian pengadaan barang pada instansi pemerintah menjadi tempat paling rawan korupsi di Indonesia.
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan selain bagian pengadaan barang, bagian perizinan usaha, bagian keuangan dna bagian pelayanan juga turut masuk dalam tempat rawan korupsi.
"Bagian pengadaan dinilai paling rawan terjadi kegiatan koruptif, yakni 47,2 persen. Selanjutnya di bagian perizinan usaha 16 persen, keuangan 10,4 persen, pelayanan 9,3 persen, dan lainnya 1 persen," ujar Djayadi.
Djayadi turut menyampaikan mayoritas responden beranggapan bentuk tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi di instansi pemerintah adalah penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.
"Sementara bentuk penyalahgunaan korupsi yang paling banyak terjadi di instansi pemerintahan ialah menggunakan wewenang untuk kepentingan pribadi sebesar 26,2 persen, dan kerugian keuangan negara sebanyak 22,8 persen," kata dia.
Dilanjutkan kemudian dengan gratifikasi sebanyak 19,9 persen, menerima pemberian tidak resmi atau suap sebanyak 14,8 persen, penggelapan dalam jabatan 4,9 persen, perbuatan curang 1,7 persen, adanya pemerasan 0,2 persen, dan lain-lain sebanyak 2,3 persen.
"Hasil survei diharapkan dapat memberi masukan pada pengambil kebijakan tentang pemberantasan korupsi dan upaya reformasi birokrasi, serta demokrasi, khususnya di kalangan PNS," jelas Djayadi.
Dalam survei kali ini, LSI melibatkan sebanyak 1.201 PNS untuk menjadi responden. Mereka diwawancarai dalam kurun waktu 3 Januari-31 Maret 2021.
Untuk populasi PNS yang disurvei mencakup PNS di 14 provinsi dan menggunakan metode multistage random sampling melalui wawancara tatap muka.