Relawan Vaksin Nusantara Keluhkan Beragam Efek Samping, Wajar Atau Tidak? RSPAD Siap Buka-Bukaan
Banyak relawan vaksin Nusantara mengeluhkan efek samping usai menerima suntikan dari vaksin yang diinisiasi oleh dokter Terawan Agus Putranto.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak relawan vaksin Nusantara mengeluhkan efek samping usai menerima suntikan dari vaksin yang diinisiasi oleh dokter Terawan Agus Putranto.
Laporan terbaru Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang menyebut 71,4 persen relawan uji klinik fase I vaksin Nusantara mengalami kejadian tidak diinginkan (KTD).
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, uji klinik fase 1 mengungkapkan, sebanyak 20 dari 28 subjek (71.4%) mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) meskipun dalam grade 1 dan 2.
Seluruh subjek mengalami KTD pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mcg dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant.
"Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) yang terjadi adalah nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal," ujar Penny dalam keterangan yang diterima Rabu (14/4/2021).
Penny menyatakan, KTD grade 3 pada 6 subjek dengan rincian yaitu 1 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol.
KTD grade 3 merupakan salah satu kriteria penghentian pelaksanaan uji
klinik yang tercantum pada protokol uji klinik.
Namun berdasarkan informasi Tim Peneliti saat inspeksi yang dilakukan Badan POM, tidak dilakukan penghentian pelaksanaan uji klinik dan analisis yang dilakukan oleh Tim Peneliti terkait kejadian tersebut.
Baca juga: Akhiri Polemik, Legislator PKS Desak Kemenristek Koordinasikan Riset Vaksin Nusantara
Penny juga menyatakan, fase pertama uji klinik fase 1 vaksin dendritik atau vaksin Nusantara belum bisa dilanjutkan ke uji klinik fase dua.
Penny mengingatkan, sebuah penelitian ilmiah harus melewati uji praklinik atau uji pada hewan sebelum diberikan kepada manusia untuk menghindari kesalahan fatal dan memberikan perlindungan kepada relawan.
Baca juga: Soal Polemik Vaksin Nusantara, Menkes Budi Gunadi: Biarkan Ilmuan yang Berdebat, Saya Bukan Ahlinya
"Kalau tidak dilakukan dan langsung loncat ke clinical trial, nanti kesalahan ada di sana. Yang namanya penelitian begitu. Kita belajar dari tahapan-tahapan yang ada. Harusnya bisa dapat dikoreksi, diperbaiki," tambah Penny.
RSPAD Buka-bukaan
Direktur Pelayanan Kesehatan (Diryankes) RSPAD Gatot Subroto, Brigjen TNI dr. Nyoto Widyoastoro menanggapi temuan keluhan relawan vaksi Nusantara menyatakan, gejala-gejala atau efek samping dalam penelitian sebuah vaksin adalah hal yang lumrah terjadi.
"Gejala-gejala kegiatan penelitian vaksin, yang jelas semua vaksin itu mesti ada protein asli. Pasti kalau disuntikkan akan menyebabkan gejala," kata dr. Nyoto saat konferensi pers di Mabes TNI, Jakarta, Senin (19/4/2021).
"Dalam penelitian (vaksin) pasti begitu," imbuh dr. Nyoto. Gejala-gejala yang dialami pasca-imunisasi umumnya sakit saat disuntik dan demam.
Dr. Nyoto juga menjelaskan bahwa vaksin-vaksin Covid-19 lainnya juga memiliki efek samping pada manusia.
"Vaksin-vaksin lain pun mungkin gejalanya agak pegal-pegal badannya, lemas dan sebagainya. Itu semua gejala yang barangkali juga muncul kepada vaksin-vaksin yang lain," kata dia.
Pihaknya akan buka-bukaan terkait efek samping vaksin berbasis sel dendritik atau Vaksin Nusantara terhadap relawan vaksin dalam penelitiannya kepada BPOM.
Nyoto menyatakan, semua efek samping yang dirasakan para relawan uji klinik fase I vaksin Nusantara telah dicatat dan akan dilaporkan pada BPOM.
"Semua gejala tidak ada yang ditutupi atau tidak dilaporkan. Jadi semua gejala yang ada akan dilaporkan," ujar dr. Nyoto.
"Nanti tentu saja yang nanti akan menilai adalah BPOM, apakah gejala ini bisa layak dan sebagainya dalam vaksin ya, tapi itu hal yang biasa," kata Nyoto.
Nyoto mengatakan semua proses vaksinasi akan menimbulkan gejala. Gejala tersebut, kata Nyoto, di antaranya terkadang berupa demam. Namun demikian, gejala tersebut masih bisa diatasi selama masih gejala normal.
"Gejalanya kan diantaranya, bisa sakit, kadang-kadang kan kalau vaksin anak-anak kan kadang demam dan sebagainya, itu kan gejala yang bisa diatasi. Artinya itu adalah efek samping, ya tapi bisa diatasi barangkali kalau yang gejala-gejala yang normal," kata dia.
Penelitian atas vaksin ini dilakukan oleh tim peneliti dari Balitbangkes Kementerian Kesehatan, RSPAD Gatot Subroto, RSUP Dr. Kariadi dan Universitas Diponegoro.
Penelitian ini disponsori oleh PT. Rama Emerald/PT AIVITA Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan.
Disebutkan, vaksin Nusantara merupakan vaksin yang menggunakan campuran yang terdiri dari:
- Sel dendritik yang diperoleh dari darah masing-masing orang
- Antigen SARS COV-2 Spike Protein produksi Lake Pharma, CA, USA.
- GMCSF (Sarmogastrim) suatu growth factor yang diproduksi oleh Sanofi - USA.
Proses pengolahan sel dendritik dikembangkan oleh AIVITA Biomedical Inc. USA yang membutuhkan tenaga terlatih dan sarana produksi yang memenuhi standar GMP agar diperoleh produk vaksin yang memiliki mutu yang baik (tidak terkontaminasi, jumlah sel dendritik sesuai, dan kondisi sel dendritik yang baik).
Pada pelaksanaan uji klinik pengolahan sel tersebut dilakukan oleh tim dari AIVITA Biomedical Inc. USA.
Transfer teknologi kepada peneliti di RSUP Dr. Kariadi baru dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada beberapa staf untuk melihat proses yang dilakukan oleh tim AIVITA Biomedical Inc. USA.