Pengamat Militer: Perlu Ada Evaluasi Soal Pemeliharaan dan Perawatan Armada Laut
Pengamat Militer Khairul Fahmi menilai perlu ada evaluasi dalam pemeliharaan dan perawatan armada laut milik Indonesia.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Soal alutsista, lanjut dia, Indonesia memang tidak bisa hanya bicara belanja alatnya saja melainkan juga harus bicara logistiknya, pemeliharaan alatnya, juga perawatan personelnya.
Baca juga: Apa Itu Nanggala? Senjata Milik Tokoh Wayang Baladewa yang Dijadikan Nama Kapal Selam RI
Namun yang terpenting dari semua itu, kata dia, adalah adanya perencanaan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Menurutnya hal tersebutlah yang seringkali tidak disiplin terutama ketika pemerintahan berganti dan orientasi kebijakan sektor pertahanan berubah.
Menurutnya pemerintah juga harus terus diingatkan untuk mempertimbangkan porsi anggaran yang lebih proporsional dan disiplin pada prioritas.
Jika tidak, kata Fahmi, cita-cita mulia memperkuat jati diri sebagai negara maritim seperti yang tercantum sebagai program pertama Nawacita hanyalah omong kosong belaka.
Baca juga: 46 Menit setelah Izin Menyelam, Kapal Selam KRI Nanggala-402 Tak Terlihat, Dipanggil Tak Ada Respons
"Artinya, slogan 'kerja kerja kerja' dalam upaya menunjukkan negara hadir melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara, tetap saja tak boleh mengabaikan keselamatan dan kondisi alutsista itu sendiri. Kita sedang ingin tegak berwibawa, bukan menghadirkan tragedi kan?" kata Fahmi.
Fahmi sendiri mengaku belum pernah membaca riset yang menyatakan adanya korelasi antara usia alutsista di Indonesia dengan tingkat kecelakaan atau mal fungsi.
Namun demikian, ia pernah membaca informasi yang menyatakan rata-rata kapal didesain untuk beroperasi 25-30 tahun yang tentunya juga berlaku bagi kapal-kapal untuk kepentingan militer.
Setidaknya sejak 2018, kata dia, sudah tiga kali armada laut Indonesia mengalami kecelakaan.
Pertama, kata dia, terbakarnya KRI Rencong di perairan Sorong pada September 2018 dan tenggelamnya KRI Teluk Jakarta pada Juli 2020.
"Memang ini kapal (KRI Nanggala 402) sudah tua. Tapi karena kebutuhan dan belum tergantikan, dia harus tetap dipakai. Nah, saya kira TNI AL tidak akan konyol. Kapal ini dilibatkan dalam operasi, artinya sebelum itu soal kelaikan berlayar sudah dipastikan," kata dia.