Mardani Ali Kritik Aturan Mudik Dilarang tapi Wisata Dibuka, Ngabalin: Tempat Wisata Prokesnya Ketat
Mardani Ali mengkritik kebijakan mudik dilarang tapi wisata tetap dibuka, Ali Mochtar Ngabalin menyebut agar tidak keliru memahaminya.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera ikut mengkritik kebijakan pemerintah yang melarang mudik, tetapi tempat wisata dibuka.
Menurut Ali, aturan tersebut tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan yang membuat masyarakat kebingungan.
Padahal, ia sangat mendukung aturan mudik yang dilarang di masa pandemi.
Baca juga: Imbas Larangan Mudik, Rest Area Sepi, Pedagang Makanan Curhat Kehilangan Penghasilan
"Mudik itu ibadah, mudik itu kebaikan ekonomi, sosial, budaya. Benar bahwa sekarang karena ada Covid, kita harus atur."
"Tetapi di lapangan, saya melihat aturan ini antara yang dibuat sama di bawah itu 'lo ke sana, gue ke sono'," kata Mardani, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Jumat (7/5/2021).
Untuk itu, Mardani menyarankan aturan ini dirapikan sampai ke hilirnya.
Sebab, jika hanya di hulu saja, maka kerja keras para petugas di lapangan bisa berakhir secara sia-sia.
"Ini betul-betul harus dirapikan, tidak cuma hulunya saja. Teman-teman polisi luar biasa kerja keras loh, tetapi itu tidak berguna ketika hilirnya tidak disiapkan," ungkapnya.
Baca juga: Gara-gara Larangan Mudik, Agus Gagal Melamar Kekasih, Mobil Rombongan Disuruh Balik Oleh Polisi
Lebih lanjut, Mardani juga menilai sosialisasi larangan mudik di hulu belum optimal.
Ia mengatakan, dalam hal ini Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara bisa menghimbau lebih untuk masyarakat.
"Pak Jokowi bisa bicara, jangan mudik dulu saya tidak mudik," ungkapnya.
Selain itu, Mardani mengatakan, pemerintah harus lebih memikirkan kelompok pekerja informal terkait larangan mudik ini.
Sebab, sebagian dari mereka yang nekat mudik bisa saja akibat dari tidak terima dengan kebijakan 'mudik dilarang tapi tempat wisata dibuka'.
"Teman-teman yang kerja informal yang mikir ngapain tinggal di Jakarta tidak ada (pekerjaan), kelompok ini yang harus kita pikirkan."