Puskapol UI: Pertaruhan Kepala Daerah di 2024 Dilihat dari Pengendalian Covid-19 Pascalebaran
Sejumlah catatan penting yang harus diperhatikan kepala daerah jika berniat maju di 2024, mempertahankan kepemimpinannya di era pandemi.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski pemerintah pusat dan daerah telah melakukan pengendalian arus mudik di akhir bulan Ramadhan dengan baik, nyatanya ada kisaran 1,5 juta orang telah mudik.
Di hari libur Lebaran pun, berbagai tempat wisata yang dikhawatirkan menimbulkan penumpukan orang secara besar-besaran telah terjadi.
Sehingga hal tersebut membuat pemda kewalahan dan terpaksa menutup banyak tempat wisata hingga beberapa hari ke depan.
Baca juga: Cegah Klaster Wisata Lebaran, Pantai Hingga Wisata Religi di Tangerang Ditutup Sementara
Berangkat dari situasi tersebut, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Aditya Perdana menilai, seyogyanya kepala daerah saat ini memiliki kesempatan terakhir nan penting dalam pengendalian lonjakan kasus Covid-19 di tahun ini.
Berdasarkan prediksi Satgas Covid 19, lonjakan drastis tentu akan terjadi setelah Lebaran dan hal ini sepenuhnya ada di tangan Ketua Satgas daerah, dalam hal ini tentu kepala daerah.
Sayangnya, Menkes mensinyalir ada beberapa pemerintah daerah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan dalam laporan harian kasus Covid-19 untuk dapat berubah status menjadi hijau.
Padahal, apabila laporan kasus harian Covid 19 tidak sesuai, maka ada potensi lonjakan yang dikhawatirkan oleh semua pihak.
"Apabila situasi kasus Covid-19 tidak terkendali, maka tentu saja akan berdampak terhadap kinerja kepala daerah dalam menuntaskan programnya," kata Aditya Perdana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/5/2021).
Baca juga: Layanan Operator Seluler Selama Lebaran Melonjak Hampir 40 Persen
Untuk itu, Aditya mencatat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh para kepala daerah apabila memang berniat untuk terus mempertahankan kepemimpinannya di era pandemi ini:
Pertama, kepala daerah memiliki otoritas yang penuh dalam melakukan pengendalian kasus Covid-19 di daerah masing-masing.
Dalam konteks itu, kepala daerah tentu punya keleluasaan untuk benar-benar melakukan pengendalian kasus menjadi landai/turun pada tahun 2021 ini.
"Tantangannya memang adanya event Lebaran ini yang harus dikendalikan dengan baik dan terarah. Bila kepala daerah mampu membuktikan pengendalian tersebut, tentu akan berdampak terhadap elektabilitas dan popularitas nya yang diperlukan sebagai modal politik menuju 2024," beber Aditya.
Baca juga: Polda Metro Jaya Prediksi Puncak Arus Balik Lebaran Terjadi pada 21 dan 22 Mei
Namun, apabila ini sulit dikendalikan dan menjadi beban yang serius bagi manajemen pemerintahan daerah, maka tentu saja akan berdampak juga terhadap persiapannya untuk kembali bertarung dalam Pemilu 2024.
"Berbagai pengalaman membuktikan bahwa kepala daerah inkumben yang dianggap tidak sukses sebenarnya memberatkan modal politik yang ia miliki untuk kembali memenangkan pilkada," tambahnya.
Kedua, di samping pengendalian kasus Covid-19, kepala daerah tentu berkewajiban membantu dalam memfasilitasi pertumbuhan ekonomi daerah agar kehidupan ekonomi paska pandemi semakin baik.
Termasuk dalam konteks ini tentu menjamin ketersediaan vaksin dan dukungan skema perbaikan ekonomi yang harus diimplementasikan di daerah.
Mirip dengan hal yang di atas, apabila kepala daerah mampu menstimulus pertumbahan ekonomi yang positif, tentu saja peluang peningkatan elektabilitas dan popularitas akan semakin mudah.
Artinya, pascalebaran ini, kepala daerah yang inkumben tentu harus berhitung cermat dan serius bila ingin terus melanjutkan kepemimpinan di daerahnya.
Baca juga: Potret Beragam Spanduk Warga Tolak Pemudik Tanpa Swab dan Isolasi Madiri di Jabotabek
"Betul, Pilkada 2024 masih jauh. Tetapi, masa jabatan kepala daerah sebagian besar terbilang pendek hingga tahun 2022 dan 2023. Oleh karenanya, kepala daerah perlu untuk mendapatkan memori dan persepsi publik dari momentum penting yang dapat mendongkrak elektabilitas dan popularitasnya," kata Aditya.
"Masa pandemi Covid-19 ini adalah momentum penting tersebut yang tidak boleh lengah dimanfaatkan oleh kepala daerah. apabila kepala daerah tidak berhasil meraih momentum yang tepat, maka potensi kehilangan perolehan suara dapat terjadi. Salah satu caranya tentu dengan bekerja yang efektif dan efisien demi kepentingan publik dalam masa pandemi," jelasnya.
Untuk itu, Aditya sebenarnya punya harapan tinggi apabila kepala daerah dapat memaksimalkan kinerjanya dalam pengendalian kasus harian Covid-19 dan mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi yang positif sebagai agenda penting bagi publik hari ini.
"Maka publik akan mendapatkan perubahan ekonomi dan sosial yang jauh lebih baik paska pandemin nanti. Kalaupun ada electoral benefit, maka itu adalah bonus dari kerja politik yang lumrah diterima oleh kepala daerah," tutupnya.