Anggota ICW yang Alami Teror Peretasan Diminta Lapor ke Polisi
Polri meminta anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengalami teror peretasan untuk melaporkan kasusnya
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri meminta anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengalami teror peretasan untuk melaporkan kasusnya tersebut ke pihak kepolisian.
"Polri membuka pintu seluas-luasnya bagi masyarakat yang mengetahui adanya tindak pidana dan kita ada UU perlindungan saksi," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Polisi Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Kamis (20/5/2021).
Ia menyampaikan pihaknya membutuhkan bukti awal yang disampaikan pihak pelapor untuk nantinya dapat mengusut kasus teror peretasan tersebut.
Baca juga: Teror Siber Serang Anggota ICW, Ahmad Sahroni: Siapapun Pelakunya Harus Ditindak
Apalagi, kasus ini telah menjadi perhatian publik.
Dengan pelaporan itu, kata Ahmad, pihaknya baru bisa melakukan penyelidikan. Atas dasar itu, bukti yang diberikan pihak pelapor tersebut dinilai dibutuhkan untuk mengusut kasus ini.
Baca juga: Peneliti ICW Ngaku Masih Mengalami Teror Siber hingga Kemarin
"Untuk melanjutkan penyelidikan itu kita harus punya bukti awal yang cukup, tidak mungkin ada sesuatu yang menjadi ramai di masyarakat, Polri tidak atensi, itu tidak mungkin. Tentu menjadi perhatian," ungkap dia.
Lebih lanjut, Ahmad menyampaikan pelaporan bisa disampaikan langsung dengan datang ke kantor polisi. Sebaliknya, Polri terbuka untuk membantu mengusut kasus tersebut.
"Datang ke Polri komunikasikan dulu, Jadi tidak perlu aplikasi, datang atau telepon juga bisa, mungkin kenal salah satu polisi," ungkap dia.
Baca juga: 6 Aktivis ICW Alami Peretasan Aplikasi WhatsApp Saat Diskusi Bersama Eks Pimpinan KPK
Yang jelas, ia menegaskan Polri memberikan atensi setiap adanya laporan yang menjadi perhatian masyarakat.
"Secara umum Polri pasti menindaklanjuti sesuatu yang menjadi atensi di masyarakat tidak mungkin membiarkan dan membuka pintu kepada masyarakat. Ketika adanya suatu tindak pidana, Polri membuka pintu seluasnya untuk mendapatkan informasi," pungkasnya.
Kronologi
Sebelumnya, diskusi 'Menelisik Pelemahan KPK Melalui pemberhentian 75 Pegawai' yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Senin (17/5/2021) disusupi peretas.
Adapun diskusi yang dilakukan melalui aplikasi Zoom tersebut diikuti oleh delapan eks pimpinan KPK dan beberapa peneliti dari ICW.
Diskusi membahas soal permasalahan pembebastugasan 75 pegawai KPK akibat gagal melewati Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Sepanjang jalannya konferensi pers, setidaknya ada sembilan pola peretasan atau gangguan yang dialami," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah lewat keterangan tertulis, Senin (17/5/2021).
Pertama, Wana menguraikan, peretas menggunakan nama para pembicara untuk masuk ke media zoom.
Kedua, peretas menggunakan nama para staf ICW untuk masuk ke media zoom.
Ketiga, peretas menunjukkan foto dan video porno di dalam ruangan zoom.
Keempat, peretas mematikan mic dan video para pembicara.
Kelima, peretas membajak akun ojek online Nisa Rizkiah puluhan kali untuk menganggu konsentrasinya sebagai moderator acara.
Keenam, peretas mengambil alih akun WhatsApp kurang lebih delapan orang staf ICW.
"Sebagian nomor ada yang di-take over, sebagian sudah berhasil dipulihkan, sedangkan beberapa orang lainnya mengalami percobaan," ungkap Wana.
Ketujuh, beberapa orang yang nomor WhatsApp-nya diretas sempat mendapatkan telepon masuk menggunakan nomor luar negeri, yaitu dari Amerika Serikat dan juga puluhan kali dari nomor asal provider Telkomsel.
Kedelapan, peretas mencoba mengambil alih akun Telegram dan e-mail beberapa staf ICW.
"Namun, upaya pengambialihan gagal," ujar Wana.
Sembilan, kata Wana, tautan yang diberikan kepada pembicara Abraham Samad selaku eks pimpinan KPK tidak dapat diakses tanpa alasan yang jelas.
Wana mengingatkan, upaya pembajakan bukan kali pertama terjadi pada aktivis masyarakat sipil.
"Sebelumnya pada kontroversi proses pemilihan pimpinan KPK, revisi UU KPK tahun 2019, UU Minerba, serta UU Cipta Kerja praktik ini pernah terjadi," bebernya.
Bahkan, kata dia, peretasan hari ini bukan hanya dialami oleh ICW saja, anggota LBH Jakarta dan Lokataru pun mengalami hal yang serupa.
"ICW menduga ini dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak sepakat dengan advokasi masyarakat sipil terkait penguatan pemberantasan korupsi," tegas Wana.
Ia menilai pembungkaman suara kritis warga melalui serangan digital merupakan cara baru yang anti-demokrasi.
"Maka dari itu, kami mengecam segala tindakan-tindakan itu dan mendesak agar penegak hukum menelusuri serta menindak pihak yang ingin berusaha untuk membatasi suara kritis warga negara," tandasnya.