Presiden PKS: Ada Propaganda Seolah Seorang Muslim Tidak Bisa Menjadi Warga Taat
Atas nama nasionalisme para pendengung tersebut, kata Syaikhu, menyematkan stigma radikalisme kepada sesama anak bangsa.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA -- Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengatakan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini terdapat permasalahan yang merusak keakraban anak bangsa.
Hal itu dikatakan Syaikhu dalam pidato ulang tahun PKS yang disiarkan kanal youtube PKSTV, Minggu, (30/5/2021).
"Saat ini kita masih merasakan berbagai permasalahan keakraban kita sebagai sesama anak bangsa kadang terusik dan tercerai berai.
Akal sehat kita sebagai manusia rasional tak lagi bisa bernalar, di tengah-tengah masyarakat yang terbelah," kata Syaikhu.
Baca juga: Hacker Meretas Situs Web Propaganda yang Dikelola Pemerintah Militer Myanmar
Ia mengatakan terdapat narasi yang seolah ingin membenturkan sesama anaka bangsa.
Narasi tersebut provokatif dan dapat mencederai kerukunan hidup sesama anak bangsa.
"Kita merasakan akhir-akhir ini ada propaganda yang begitu bising didengungkan, oleh para pendengung bahwa menjadi seorang muslim yang taat itu tidak bisa sekaligus menjadi warga negara yang taat.
Baca juga: Menko PMK: Tak Hanya Pemerintah, Masyarakat juga Resah karena Propaganda Aisha Weddings
Menjadi seorang yang religius tidak bisa menjadi seorang nasionalis," kata dia.
Atas nama nasionalisme para pendengung tersebut, kata Syaikhu, menyematkan stigma radikalisme kepada sesama anak bangsa.
Atas nama Pancasila juga, mereka sematkan tuduhan ekstrimisme kepada sesama warga negara.
"Bukankah para pendiri bangsa kita Soekarno-Hatta telah meletakkan dasar-dasar konsensus bernegara sebagai alat untuk mempersatukan bangsa.
Baca juga: Kim Jong Un Tunda Aksi Militer & Tak Muat Propaganda Anti-Korsel di Koran Pemerintah, Damaikah?
Pancasila lahir sebagai common platform, untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia," kata dia.
Menurut Syaikhu sekarang ini Pancasila tidak lagi menjadi konsensus pemersatu bangsa, sebagaimana dicontohkan oleh para pendiri.
Pancasila justru telah disalahgunakan sebagai instrumen kekuasaan, untuk memecah belah persatuan bangsa.
"Atas nama Pancasila, kekuasaan merusak kehangatan percakapan warga negara. mengadudomba sehingga terjadi keterbelahan yang semakin menganga," pungkasnya.