Saweran Rp 66 Juta Edhy Prabowo Kepada Pedangdut Betty Elista Terungkap Dalam Persidangan
Pedangdut Betty Elista disebut menerima aliran dana dari Edhy Prabowo selaku terdakwa kasus suap ekspor benur sebesar Rp 66 juta.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Uang itu diberikan Edhy Prabowo dengan cara yang sama yaitu melalui Amiril Mukminin.
"Keempat pada 4 Maret 2020 saya (Betty) ditransfer sebesar Rp 5 juta," tandas jaksa.
Bahkan, dalam pemeriksaan Betty oleh KPK, penyidik menyita rekening koran milik pelantun lagu 'Sebelas Duabelas'.
Rekening koran milik Betty disita penyidik karena diduga menerima aliran duit dari hasil korupsi izin ekspor benur Edhy Prabowo.
Baca juga: Sespri Edhy Prabowo Transfer Uang Rp 1 Miliar Pakai Rekening Karyawan Toko Durian
“Tim penyidik KPK kembali melakukan pemeriksaan pada saksi Betty Elista, penyanyi. Adapun pada yang bersangkutan dilakukan penyitaan rekening koran bank yang diduga ada aliran sejumlah uang dari tersangka EP (Edhy Prabowo) melalui tersangka AM (Amiril Mukminin),” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri.
Pemeriksaan terhadap biduan itu pun tak cuma sekali. Wanita itu juga pernah diperiksa pada Rabu, (17/3/2021) lalu.
Edhy Prabowo yang sempat dipertanyakan perihal sosok biduan tak banyak bicara.
Dia hanya menyebut pernah mengenal atau mengetahui Betty Elista.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.
Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Baca juga: Pedangdut Betty Elista hingga Stafsus Edhy Prabowo Akan Bersaksi di Sidang Suap Ekspor Benur
Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobater untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.
Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.
Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.
Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.