Stok Bunga Segar di Singapura Habis ketika Liem Sioe Liong Berpulang
Liom Sioe Liong dijuluki Industrialis nomor satu Indonesia. Ia berpulang pada 2012 di Singapura, dan dibanjiri karangan bunga.
Penulis: Febby Mahendra
Editor: cecep burdansyah
“Dia hadir tepat di awal pembangunan ekonomi Indonesia pada akhir 1960-an dan 1970-an, saat Indonesia harus memulai proses industrialisasi dan bisnis penyediaan pangan,” ungkap Mari Pangestu ketika ditanya mengenai sosok Liem Sioe Liong oleh para wartawan.
Banyak pernyataan pernghormatan yang dibacakan selama upacara duka cita tersebut. Daddy Hariadi, eksekutif senior Salim Group, ditunjuk mewakili 200 ribu orang karyawan Salim Group di Indonesia, membacakan eulogi (ucapan atau tulisan memuji seseorang, terutama yang sudah meninggal).
Baca juga: Pengusaha Liem Sioe Liong Selamat dari Kecelakaan Maut namun Kakinya Pendek Sebelah
Soeharto menangis
Dalam euloginya, Daddy menyebut bosnya itu sebgai sosok membumi yang tidak pernah mencari pengakuan, tetapi memberi sumbangan besar bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Sedangkan Manny Pangilinan , Chief Executive Officer (CEO) dan direktur pengelola First Pacific, berbicara mewakili staf luar negeri kelompok bisnis itu.
Manny menyebut Liem sebagai sosok lembut dan penuh pertimbangan, tidak mudah marah, dan tidak suka merendahkan atau mempermalukan orang lain.
“Dia orang yang suka bergaul. Dalam bisnis, kemauan keras adalah norma. Dia orang kuat. Dia cerdik. Dia tegas. Saya pernah melihatnya membuat keputusan yang bisa menentukan nasib sebuah bisnis. Itulah saat-saat terbaik dalam hidupnya,” begitu kata Manny.
Eulogi berbunga-bunga juga datang dari Tiongkok, negeri tempat lahir Liem Sioe Liong. Terutama dari provinsi asal Liem yaitu Fujian.
Selama hidupnya Liem memberi perhatian besar kepada kampung halamannya di Tiongkok.
Sahabat karib mendiang, Jenderal Besar Purn Soeharto, meninggal dunia mendahului Liem Sioe Liong. Presiden ke-2 Indonesia itu meninggal pada 27 Januari 2008 di usia 86 tahun.
Pada saat Soeharto meninggal, Liem sengaja tidak diberitahu oleh keluarganya.
Kabarnya ada keyakinan, jika ada dua orang bersahabat dekat, setelah seorang di antara mereka meninggal, yang satunya akan segera menyusul.
Liem mengaku tidak pernah melupakan pertemuan terakhir dengan Soeharto di Jl Cendana, Jakarta, pada akhir 2006.
“Kami mengucapkan selamat berpisah di pintu, dan Pak Harto menangis.”