Umat Islam Harus Terdepan Menjaga Alam dari Krisis
adanya krisis iklim yang diakibatkan manusia dapat membuat simbol umat Islam seperti masjid terancam keberadaannya.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
Saat ini menurut dia, Islamisasi dalam perilaku menjaga lingkungan belum terlihat.
Baca juga: Ketua DPD RI Lakukan Kunjungan ke Ponpes Darul Ulum Rejomulyo
"Jadi masalah kita terkait tidak adanya kesadaran mengimplementasikan ajaran Islam tentang lingkungan," katanya.
Sementara itu Imam Besar Masjid Istiqlal Nazaruddin Umar mengatakan bahwa buku tersebut menyadarkan manusia bahwa ada masalah besar yang dihadapi yakni krisis iklim. Kerusakan yang terjadi di bumi menurutnya karena faktor manusia.
"AlQuran telah menegaskan tampak kerusakan di muka bumi adalah ulah tangan manusia. Apa yang salah manakala terjadi kerusakan bumi, pastilah kita menjadi faktor," tuturnya.
Ia mengimbau umat muslim sebagai khalifah belajar dari sifat Allah yang memelihara alam, dan kembali mempelajari Quran dan Fiqih di mana ada ajaran mengenai memelihara alam dan memperbaiki estimologi keilmuan.
Sementara itu Direktur Eksekutif Wahid Foundation Mujtaba Hamdi dalam diskusi tersebut lebih pada mendorong perlunya pengarusutamaan Islam ramah lingkungan. Tujuannya yakni demi kelangsungan ekologi yang berkelanjutan.
"Isu lingkungan kita ambil sebagai pintu masuk untuk membahas bagaimana Islam sendiri memiliki gagasan 'rahmatan lil 'alamin' yang universal. Sudah banyak yang melakukan inisiatif melestarikan lingkungan," katanya.
Isu lingkungan menurut dia, masih kalah dengan politisasi agama yang membelah sentimen antara yang lebih Islam dan kurang Islam. Bahkan menurutnya dalam beberapa kasus Islam justru dikaitkan dengan kekerasan.
Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi umat muslim untuk mengarusutamakan isu lingkungan.
Al Quran dan hadits mewajibkan orang yang beriman tentang cara hidup yang peka terhadap lingkungan.
Meskipun demikian kata dia, saat ini sejumlah organisasi keagamaan Islam sudah mulai mengarah pada pelestarian alam dalam aktifitasnya.
Contohnya, Majelis Ulama Indonesia sudah merintis eco-masjid, yaitu tempat ibadah Muslim yang ramah terhadap lingkungan.
"Salah satu motor penggerak masjid ramah lingkungan adalah teman dari MUI, ada lembaga khusus lingkungan yang ada di MUI, tapi tidak banyak diketahui publik," katanya.
Eco-masjid merupakan sebuah metode terapan pengelolaan air wudhu dan sampah daur ulang. Air wudhu yang dipakai tidak langsung dibuang ke alam tetapi didaur ulang agar dapat diserap oleh alam dengan baik dan berkelanjutan.
"Kita sering melihat air wudhu itu 'dihambur-hamburkan'. Orang menggunakan sesuka-sukanya meluber ke mana-mana. Salah satu yang digagas teman-teman di eco-mosque adalah bagaimana air sisa wudhu itu 'di-recycle' dikembalikan ke alam dengan baik," pungkasnya.