Umat Islam Harus Terdepan Menjaga Alam dari Krisis
adanya krisis iklim yang diakibatkan manusia dapat membuat simbol umat Islam seperti masjid terancam keberadaannya.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Ketua Pusat Pengkajian Islami, Fachruddin Mangunjaya meluncurkan buku berjudul "Generasi Terakhir" .
Dalam bukunya tersebut ia mengingatkan peran umat Muslim dalam menjaga alam dari ancaman krisis.
Menurutnya, adanya krisis iklim yang diakibatkan manusia dapat membuat simbol umat Islam seperti masjid terancam keberadaannya.
Baca juga: Kunjungi Suku Anak Dalam, Fernando Sinaga: Manfaatkan Dana Desa untuk Berdayakan Orang Rimba
Banyak masjid yang letaknya berada dipinggir pantai kini tidak terpakai lagi karena terendam air laut yang pasang.
"Oleh karenanya umat Islam harus terdepan dalam menjaga alam dari krisis," kata dia dalam diskusi bedah buku, Kamis (10/6/2021) malam.
Tidak hanya itu, ancaman krisis alam juga membuat ekosistem tidak seimbang. Banyak flora dan fauna yang hilang.
Baca juga: Wamenkes: PPKM Mikro di 34 Provinsi Bakal Diperpanjang Mulai 14 Juni
Belum lagi kata dia, negara Islam Maladewa yang terdampak, karena hampir separuh wilayahnya terendam air laut.
Oleh karenanya dalam buku tersebut menurut Fachruddin ia menegaskan bahwa sebagai manusia yang menjadi khilafah dan hidup di Indonesia dengan kekayaan alamnya, hendaklah menjaga keseimbangan ekosistem alam.
Namun, dalam buku tersebut dirinya kata Fachrudin tidak hanya sekadar membicarakan aktivisme dalam memerangi krisis iklim, melainkan menjebatani antara sains dan Islam.
"Bukan hanya mengenai aktivisme dan upaya, tapi menjembatani sains dan Islam yang dikembangkan dari zaman Ibnu Sina," kata Fachruddin.
Dalam kesempatan yang sama, Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra mengatakan bahwa ancaman krisis alam ke depan bukan hanya "global warming," tapi juga ketidakseimbangan ekosistem.
"Ini tantangan ke depan gimana mengaktualisasikan praktik keislaman dalam lingkungan sehari-hari," ujar dia.
Sebagai negara dengan umat muslim terbesar, menjadi tantangan bagi Indonesia untuk menjaga alam.
Saat ini menurut dia, Islamisasi dalam perilaku menjaga lingkungan belum terlihat.
Baca juga: Ketua DPD RI Lakukan Kunjungan ke Ponpes Darul Ulum Rejomulyo
"Jadi masalah kita terkait tidak adanya kesadaran mengimplementasikan ajaran Islam tentang lingkungan," katanya.
Sementara itu Imam Besar Masjid Istiqlal Nazaruddin Umar mengatakan bahwa buku tersebut menyadarkan manusia bahwa ada masalah besar yang dihadapi yakni krisis iklim. Kerusakan yang terjadi di bumi menurutnya karena faktor manusia.
"AlQuran telah menegaskan tampak kerusakan di muka bumi adalah ulah tangan manusia. Apa yang salah manakala terjadi kerusakan bumi, pastilah kita menjadi faktor," tuturnya.
Ia mengimbau umat muslim sebagai khalifah belajar dari sifat Allah yang memelihara alam, dan kembali mempelajari Quran dan Fiqih di mana ada ajaran mengenai memelihara alam dan memperbaiki estimologi keilmuan.
Sementara itu Direktur Eksekutif Wahid Foundation Mujtaba Hamdi dalam diskusi tersebut lebih pada mendorong perlunya pengarusutamaan Islam ramah lingkungan. Tujuannya yakni demi kelangsungan ekologi yang berkelanjutan.
"Isu lingkungan kita ambil sebagai pintu masuk untuk membahas bagaimana Islam sendiri memiliki gagasan 'rahmatan lil 'alamin' yang universal. Sudah banyak yang melakukan inisiatif melestarikan lingkungan," katanya.
Isu lingkungan menurut dia, masih kalah dengan politisasi agama yang membelah sentimen antara yang lebih Islam dan kurang Islam. Bahkan menurutnya dalam beberapa kasus Islam justru dikaitkan dengan kekerasan.
Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi umat muslim untuk mengarusutamakan isu lingkungan.
Al Quran dan hadits mewajibkan orang yang beriman tentang cara hidup yang peka terhadap lingkungan.
Meskipun demikian kata dia, saat ini sejumlah organisasi keagamaan Islam sudah mulai mengarah pada pelestarian alam dalam aktifitasnya.
Contohnya, Majelis Ulama Indonesia sudah merintis eco-masjid, yaitu tempat ibadah Muslim yang ramah terhadap lingkungan.
"Salah satu motor penggerak masjid ramah lingkungan adalah teman dari MUI, ada lembaga khusus lingkungan yang ada di MUI, tapi tidak banyak diketahui publik," katanya.
Eco-masjid merupakan sebuah metode terapan pengelolaan air wudhu dan sampah daur ulang. Air wudhu yang dipakai tidak langsung dibuang ke alam tetapi didaur ulang agar dapat diserap oleh alam dengan baik dan berkelanjutan.
"Kita sering melihat air wudhu itu 'dihambur-hamburkan'. Orang menggunakan sesuka-sukanya meluber ke mana-mana. Salah satu yang digagas teman-teman di eco-mosque adalah bagaimana air sisa wudhu itu 'di-recycle' dikembalikan ke alam dengan baik," pungkasnya.