Jika Ingin Jabat Presiden 3 Periode, Pengamat Sebut Mudah Bagi Koalisi Jokowi untuk Amandemen UUD 45
Dr. Agus Riwanto menilai, tidak sulit bagi Koalisi partai pendukung Jokowi untuk mengamandemen pasal terkait masa jabatan presiden di UUD 1945.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Tiara Shelavie
"Kalau kemudian itu akan direvisi lagi, diamandemen supaya presiden bisa menjabat tiga kali. Menurut saya ini akan bertentangan dengan semangat reformasi 1998," tegasnya
Hal itu dikarenakan, kekuasaan yang lama cenderung terjadi penyalahgunaan.
Baca juga: Soroti Pihak Goreng Isu Presiden Jokowi 3 Periode, Waketum MUI: Kasihan Saya dengan Bangsa Ini
Seperti yang sering disebutkan oleh Lord Acton dalam tradisi tata negara.
Power tends to corrupt, kekuasaan yang lama itu cenderung korup.
"Karena kekuasaan yang lama cenderung terjadi penyalahgunaan. Itu yang dalam tradisi tata negara sering disebut Lord Acton."
"Power tends to corrupt. Kekuasaan yang lama itu cenderung korup dan menyalahgunakan kekuasaan," pungkasnya.
Baca juga: Sudah Sesuai Konstitusi, Fraksi Golkar MPR Dukung Jokowi Tolak Jabatan 3 Periode
Belum Ada Pembicaraan Wacana Presiden 3 Periode di MPR
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode terus menjadi pembicaraan di masyarakat.
Bahkan muncul pula komunitas yang mendukung Jokowi agar dapat maju kembali di Pilpres 2024.
Terkait wacana itu, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani menegaskan, sampai saat ini tidak ada pembicaraan mengenai perpanjangan masa jabatan presiden di MPR.
"Di MPR, sampai saat ini tidak ada pembicaraan, diskusi awal, apalagi mewacanakan soal-soal itu," ujar Arsul, kepada wartawan, Rabu (23/6/2021).
Politikus PPP itu mengatakan pembicaraan yang terjadi di MPR justru hanya terkait pengkajian kemungkinan amandemen UUD 1945 terbatas perihal Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Baca juga: Wacana Jokowi 3 Periode, Politikus PAN: Jangan Bikin Kegaduhan
"Yang sedang dilakukan kajian oleh Badan Pengkajian MPR hanyalah soal kemungkinan amandemen terbatas, untuk memasukkan keperluan adanya PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara) ke dalam konstitusi kita," terang Arsul.
Arsul menjelaskan bahwa pengkajian tersebut merupakan rekomendasi MPR dari periode sebelumnya atau periode 2014-2019.
Sehingga ia menegaskan kembali bahwa tidak ada agenda lain yang dibahas.
"Tidak ada agenda lain terkait wacana amandemen UUD NRI Tahun 1945 selain dari soal PPHN itu, yang merupakan bagian rekomendasi dari MPR periode lalu," tandasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Vincentius Jyestha Candraditya)