Pergantian Panglima TNI, Presiden Dinilai Perlu Pertimbangkan Rotasi Antarmatra
Proses pergantian Panglima TNI tetap perlu mempertimbangkan pola rotasi antarmatra (darat, laut, udara) sebagaimana ditegaskan dalam UU TNI.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
"Dalam konteks itu, Presiden perlu mendengarkan masukan dari Komnas HAM dan masyarakat sipil terkait rekam jejak HAM calon Panglima TNI," kata Gufron.
Pada satu sisi, lanjut dia, situasi pandemi Covid-19 yang hingga kini belum berakhir memang membutuhkan upaya penanganan yang serius oleh pemerintah.
Namun demikian, kata dia, pergantian Panglima TNI di tengah situasi tersebut tetap harus ditempatkan dalam koridor yang semestinya.
"Adalah tidak tepat jika konteks pandemi digunakan sebagai alasan untuk mengunggulkan salah satu matra dalam proses penentuan Panglima TNI," kata Gufron.
Baca juga: KSAL Tegaskan Sanksi Pemecatan bagi LGBT dan Pelanggaran Mental Kejuangan
Oleh karena itu, kata Gufron, Presiden tetap perlu mempertimbangkan rekam jejak, prestasi, serta komitmen terhadap reformasi TNI setiap kandidat.
"Presiden perlu menghindari pertimbangan-pertimbangan yang bersifat politis dalam pemilihan Panglima TNI karena akan berdampak pada konsolidasi dan profesionalisme TNI itu sendiri," kata dia.
Sebagaimana diketahui wacana pergantian Panglima TNI mulai ramai diperbincangkan di publik seiring dengan usia Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun pada November tahun ini.
Sebagaimana diketahui pula dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia disebutkan bahwa “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama.”
Dengan demikian, Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan perlu segera mempersiapkan calon Panglima TNI yang baru.