Pakar Hukum Nilai Amendemen Perpanjangan Presiden 3 Periode Bisa Terjadi, Ini Alasannya
Menurut Bivitri, isu tersebut bisa saja terwujud, dilakukan para politisi melalui proses amendemen UUD 1945.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti meminta masyarakat tak menganggap remeh isu perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode.
Menurut Bivitri, isu tersebut bisa saja terwujud, dilakukan para politisi melalui proses amendemen UUD 1945.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi virtual bertajuk 'Ambang Batas Calon dan Pembatasan Masa Jabatan Presiden', Minggu (27/6/2021).
"Kelihatannya mungkin sulit tapi dengan aktor politik yang sekarang, walaupun tak semuanya tapi sebagian besar bagian dari oligarki dan enggak punya etik dan prinsip jadi itu tidak sulit. Begitu masuk agenda sepertiga kita bisa bilang selamat tinggal pada demokrasi kita," kata Bivitri.
Secara hukum tata negara, Bivitri menegaskan isu amendemen perpanjangan masa jabat presiden sangat tidak berdasar dan mudah dikritik dengan pengetahuan dan data.
Baca juga: Wacana Presiden 3 Periode, Pakar Hukum Singgung Oligarki Elite Politik Ingin Mengamankan Kekuasaan
Namun masalahnya, Bivitri melihat kecenderungan masyarakat Indonesia kerap lebih mempercayai pendengar ketimbang pengetahuan dan data.
Di sisi lain, secara matematis, komposisi partai politik di Parlemen sangat memungkinkan amendemen itu terjadi.
Tetapi menurutnya, amendemen bukan soal hitung-hitungan matematis, melainkan soal politik.
"Dalam ranah politik formal semua bisa terjadi, Undang-Undang Cipta Kerja dan Revisi UU KPK dengan aktor aktor politik yang ada sekarang gitu," ujarnya.
"Jadi isu isu amendemen perpanjangan masa jabatan dan sebagainya tidak boleh dianggap remeh," pungkasnya.