Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Koalisi Guru Besar Antikorupsi: KPK Harus Taat Hukum dan Lantik 75 Pegawai

Perwakilan Guru Besar, Prof Azyumardi Azra mengatakan, Ketua KPK Firli Bahuri cs harus melantik 75 pegawai yang tak lulus TWK.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Koalisi Guru Besar Antikorupsi: KPK Harus Taat Hukum dan Lantik 75 Pegawai
KOMPAS/JOHNNY TG
Azyumardi Azra 

Seperti diketahui, Ombudsman akhirnya mengonfirmasi spekulasi masyarakat selama ini, yaitu penyelenggaraan TWK pegawai KPK terbukti sarat akan permasalahan, mulai dari praktik maladministrasi, penyalahgunaan wewenang, bahkan berpotensi melanggar hukum pidana.

Selain itu, mitra KPK, yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN), juga disebut tidak kompeten untuk turut serta sebagai penyelenggara TWK.

Menurut Guru Besar, TWK yang sejatinya melanggar hukum itu tetap saja dipaksakan oleh pimpinan KPK.

Sehingga, hal tersebut mengakibatkan roda kerja KPK, khususnya bagian penindakan, tidak lagi berjalan maksimal.

"Sebab, di antara 75 pegawai nonaktif, terdapat sejumlah penyelidik maupun penyidik yang sedang menangani perkara besar. Misalnya, korupsi bansos, ekspor benih lobster, KTP-Elektronik, skandal pajak, dan perkara-perkara lainnya," kata Guru Besar.

Mirisnya lagi, menurut Guru Besar, TWK pegawai KPK juga terkesan mengkerdilkan makna kebangsaan itu sendiri. Berdasarkan pengakuan dari sejumlah pegawai nonaktif, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan justru melanggar hak asasi manusia.

"Sangat janggal, seluruh pegawai malah ditanyakan tentang kehidupan pribadi, keyakinan, bahkan juga menyasar pada indikasi pelecehan perempuan dan rasis untuk kelompok tertentu. Ini semakin menunjukkan rendahnya kualitas penyelenggara TWK itu sendiri," kata Azyumardi.

Berita Rekomendasi

Azyumardi mengatakan, temuan Ombudsman itu sebenarnya tidak mengejutkan banyak pihak lagi. Beberapa waktu terakhir, terutama sejak perubahan UU KPK dan pergantian Pimpinan KPK, lembaga antirasuah itu memang kerap menimbulkan kontroversi dan memperlihatkan penurunan performa dibandingkan dengan periode sebelumnya.

"Poin ini pun dapat merujuk pada rendahnya tangkap tangan sepanjang tahun 2020, ketidakberdayaan meringkus buronan, penghentian penyidikan perkara besar, hingga terlalu banyak memperlihatkan gimik politik. Melihat hal ini, menjadi wajar jika performa Indonesia dalam indeks persepsi korupsi merosot tajam berdasarkan temuan Transparency International," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas