Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketika Calon Hakim Tinggi Artha Theresia Dicecar soal Pelanggaran HAM Berat

Artha Theresia Silalahi dicecar pertanyaan terkait pelanggaran HAM Berat dalam sidang Wawancara Terbuka Calon Hakim Agung 2021.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ketika Calon Hakim Tinggi Artha Theresia Dicecar soal Pelanggaran HAM Berat
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Seleksi calon Hakim Agung 2021 yang digelar Komisi Yudisial secara virtual, Selasa (3/8/2021). 

"Tetapi apabila hak itu tidak dipenuhi, apakah termasuk kejahatan HAM dalam arti HAM Berat khususnya dalam masa pandemi ini?" kata dia.

Ia pun melanjutkan, menurutnya kejahatan HAM Berat kalau tidak salah ada empat yakni kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan terhadap perang dan kejahatan agresi.

Artha kemudian berpendapat apabila ada kegagalan dalam penangangan pandemi ini tidak bisa dimasukan ke dalam pelanggaran HAM Berat.

"Karena apa? Harus dilihat juga bahwa pandemi ini, disebut pandemi, bukan epidemi, karena ini global. Meliputi seluruh dunia. Kemudian kegahalan seperti apa di dalam menangani pandemi ini? Jadi tidak serta merta sebuah kegagalan dalam menangani sebuah pandemi yang terjadi, memang ini lokal, tapi ini pemerintah yang dikhususkan menjadi sebuah kejahatan HAM berat. Saya pikir itu terlalu berlebihan," kata Artha.

Hikmahanto kemudian menanyakan, apa yang membedakan kebijakan yang masuk kategori pelanggaran HAM berat.

Di dalam pertanyannya, Hikmahanto juga mengkoreksi jawaban Artha, bahwa menurut Undang-Undang Pengadilan HAM di Indonesia, hanya ada dua yakni genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Artha kemudian meminta Hikmahanto mengulangi pertanyaannya.

Berita Rekomendasi

"Jadi unsur terpenting apa untuk mengetahui ini masuk kualifikasi unsur pelanggaran HAM berat atau bukan? Unsur terpenting apa?" kata Hikmahanto.

Artha pun kemudian menjawab, bahwa seingatnya unsur terpenting dalam kejahatan HAM adalah jumlah korban yang harus luar biasa.

"Kalau misalnya jumlah bisa saja banyak, tapi kalau tidak ada niat jahat apa betul bisa dipidana?" tanya Hikmahanto.

"Tidak Prof, betul. Adanya niat yang disengaja untuk menyebabkan kegagalan itu," kata Artha.

Hikmahanto kemudian menjelaskan bahwa terkait niat jahat tersebut sangat penting.

"Mungkin masyarakat, tentu melalui putusan-putusan saudari nantinya kalau misalnya menjadi Hakim Agung, harus bisa memahami bahwa kalau kita bicara pidana tentu harus ada mens rea (sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana) atau actus reus (perbuatan yang melanggar undang-undang pidana) atau mens rea dan actus reus. Ini hal yang penting saya rasa," kata Hikmahanto.

Hikmahanto pun lanjut pertanyaannya.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas