Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

21.424 Nakes Alami Keterlambatan hingga Pemotongan Pembayaran Insentif, Siapa Bertanggungjawab?

Bogor menjadi daerah paling banyak dimana nakes pernah mengalami penundaan atau pembayaran insentif, tercatat ada 4.258 nakes.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
zoom-in 21.424 Nakes Alami Keterlambatan hingga Pemotongan Pembayaran Insentif, Siapa Bertanggungjawab?
WARTAKOTA/Nur Ichsan
Sebanyak 120 tenaga kesehatan di PMI Kota Tangerang, menerima suntikan vaksin covid-19.tahap kedua, Kamis (11/2021). Para nakes ini menjadi kalangan yang menerima prioritas vaksinasi Covid-19, karena mereka merupakan garda terdepan dalam penanganan Covid-19 yang sangat rentan terpapar Covid-19. (WARTAKOTA/Nur Ichsan) 

Masalah insentif pada 2020, menurutnya banyak dipengaruhi oleh sedikitnya jumlah kuota tiap faskes dalam mengusulkan nakesnya untuk menerima insentif.

Dalam skema umum insentif nakes 2020, setiap faskes mendapatkan kuota--setidaknya dua nakes--yang diusulkan masing-masing faskes kepada pemerintah pusat sebagai penyedia anggaran.

"Sehingga tidak semua nakes bisa mendapatkan insentif. Pemotongan insentif juga terjadi, karena beberapa faskes membuat semacam kesepakatan dengan pihak yang diusulkan agar insentif yang diterima dibagi merata," ujar dr Ganis.

Untuk skema umum insentif nakes 2021 terjadi perubahan. Dimana faskes milik Pemda menggunakan anggaran dari biaya operasi kesehatan (BOK) Tambahan.

Sementara anggaran faskes swasta didapat dari pemerintah pusat, namun masih terbatas dengan adanya kuota nakes.

dr Ganis mengatakan masalah yang kerap menimpa faskes milik Pemda dikarenakan banyak Pemda yang tidak mengajukan BOK Tambahan di 2020.

"Sehingga tahun ini karena Dana Alokasi Umum (DAU) itu rata-rata sudah habis untuk menggaji, mereka mau tidak mau harus mengambil dari sumber lain. Ini masalah," katanya.

Berita Rekomendasi

Faskes swasta, kata dia, tidak semuanya mau memanfaatkan fasilitas insentif ini dikarenakan terlalu ribet dengan peraturannya.

"Kita bisa mengamati fenomena sekarang, banyak faskes swasta tidak mau merawat pasien covid. Begitu (positif) Covid-19, dirujuk ke tempat lain karena terlalu ribet dan tidak menguntungkan buat mereka," ungkapnya.

"Ada satu problem lagi, beberapa daerah ini membuat definisi berbeda terkait 'terlibat dalam penanganan covid' sebagai 'merawat covid', menyebabkan banyak nakes tidak mendapatkan haknya. Kalau 'merawat covid' itu jadi terbatas, dimana pasien harus PCR-nya positif, nakes harus terlibat langsung dan memegang pasien. Ini jadi problem yang dikeluhkan," tambahnya.

Senada, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menilai masalah insentif nakes di 2020 lebih banyak disebabkan hambatan birokrasi administrasi.

Baca juga: WHO Instruksikan Tunda Vaksin Booster, Jubir Kemenkes : Untuk Nakes Ini Kondisi Darurat

Pada 2021, Harif menyebut perubahan kebijakan terkait insentif memunculkan banyak keluhan nakes dibawah Pemda.

Menurutnya, komitmen dan kepedulian kepala daerah memiliki kontribusi besar terkait kesejahteraan insentif nakes.

Dia lantas menyoroti teguran Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kepada 368 kepala daerah terkait anggaran 2021, yang berpengaruh terhadap insentif nakes.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas