KPK Anggap Wajar Tuntutan 11 Tahun Bui bagi Juliari yang Terjerat Kasus Korupsi di Tengah Pandemi
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron anggap wajar tuntutan 11 tahun bui bagi Juliari yang terjerat korupsi dana bansos di tengah pandemi.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron buka suara mengenai tuntutan 11 tahun bui bagi mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara yang terjerat dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial RI.
Menurut Ghufron, tuntutan 11 tahun bui untuk Juliari adalah wajar dan sudah diperhitungkan secara matang oleh KPK.
Namun, Ghufron tidak menyebutkan poin apa saja yang dijadikan tolak ukur oleh KPK untuk menuntut Juliari.
Hal ini disampaikan Ghufron, dalam diskusi bersama Najwa Shihab di Mata Najwa Trans7, Rabu (11/8/2021).
"Iya (tuntutan 11 tahun hal yang wajar, red), kami ada tolak ukurnya, yang normal bagaimana, yang ketika pandemi bagaimana."
"Ketika ada faktor pemberatan, itu semua sudah ada formulanya. Jadi sebenarnya sangat matematik banget," kata Ghufron, Youtube Najwa Shihab, Kamis (12/8/2021).
Terkait desakan publik yang ingin Juliari dituntut hukuman seumur hidup atau hukuman mati, Ghufron membantahnya.
Menurutnya, selama ini publik telah keliru memahami pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri yang sempat mengancam para pelaku korupsi di masa pandemi bisa terancam hukuman mati.
Padahal, lanjut Ghufron, maksud dari ancaman hukuman mati tersebut merujuk pada pasal 2 ayat 2 UU No 31/1999 jo. UU No 20/2001.
Sementara, dalam kasus Juliari, tindakannya tidak termasuk ke dalam pasal yang mengancam hukuman mati.
"Karena publik tidak paham konteks yang disampaikan Ketua KPK itu adalah pasal 2 ayat 2."
Baca juga: Penderitaan Juliari Dinilai Tak Sebanding dengan Korban Bansos, Desakan Vonis Seumur Hidup Mencuat
Baca juga: Juliari Batubara Minta Divonis Bebas, KPK Optimis Eks Menteri Sosial Itu Bersalah
"Pasal 2 ayat 2 itu adalah perbuatan melawan hukum memperkaya diri itu bisa diancam hukuman mati."
"Sementara untuk Pak Juliari kasusnya adalah suap dan gratifikasi, itu bukan Pasal 2 ayat 2," ujar Ghufron.
Ghufron juga mengatakan, tuntutan 11 tahun kepada untuk Juliari sudah lebih ditingkatkan dari tuntutan menteri sebelumnya yang terjerat kasus serupa.
"Jadi ada menteri sebelumnya tuntutannya 10 tahun, tapi karena pandemi untuk yang Pak juliari kita sudah tingkatkan 11 tahun tuntutannya," ungkapnya.
Juliari Ingin Akhiri Penderitaan dengan Bebas setelah Terjerat Kasus Korupsi Bansos
Sebelumnya diberitakan Tribunnews, mantan Menteri Sosial RI Juliari Peter Batubara telah menyampaikan pledoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum KPK atas perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial RI.
Penyampaian pledoi itu dilakukan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/8/2021).
Juliari dihadirkan secara virtual dari Rutan KPK.
Dalam pledoinya, Juliari menyatakan ingin mengakhiri penderitaan usai terjerat perkara rasuah tersebut dengan berharap Majelis Hakim PN Tipikor menjatuhkan vonis bebas kepada dirinya.
"Dalam benak saya, hanya majelis hakim yang dapat mengakhiri penderitaan tiada akhir bagi keluarga saya yang sudah menderita bukan hanya dipermalukan tapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka yang tidak mengerti," ujar Juliari dalam persidangan.
Baca juga: Dalam Pledoi, Eks Mensos Juliari Batubara Minta Maaf ke Jokowi dan Megawati
Mantan Bendahara Umum PDI-P itu juga turut meluapkan ceritanya yang harus terpisah dari keluarga serta anak-anaknya yang menurut dia masih memerlukan peran seorang ayah.
"Putusan majelis hakim yang mulia akan besar dampaknya bagi keluarga terutama anak saya yang masih di bawah umur dan masih sangat membutuhkan peran saya sebagai ayah mereka," katanya menambahkan.
Dirinya juga turut mengakui penyesalannya bisa sampai terjerat dalam perkara ini karena lalai mengawasi jajarannya di Kementerian Sosial.
Tak hanya itu Juliari mengaku banyak pihak yang telah dibuat susah akibat perkara ini.
"Oleh karena itu, permohonan saya, istri saya, kedua anak saya yang masih kecil, keluarga besar saya pada Majelis Hakim, akhiri penderitaan kami dengan membebaskan dari segala dakwaan," tukasnya.
Minta Maaf ke Jokowi
Dalam pledoinya, Juliari menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) atas kasus yang menjeratnya. Juliari dihadirkan secara virtual dari rumah tahanan (Rutan) KPK.
"Di bagian akhir Pledoi ini saya tulus ingin mengucapkan permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya terhadap presiden republik Indonesia bapak Joko Widodo atas kejadian ini," kata Juliari pada pledoinya.
Politikus dari PDI-Perjuangan itu mengaku akar mula dari kasus yang terjadi di Kementerian Sosial RI ini akibat kelalaiannya saat menjabat sebagai Menteri.
Dia menyebut, saat itu tidak mampu melakukan pengawasan yang baik atas kerja dari para pegawainya.
"Terutamanya permohonan maaf akibat kelalaian saya tidak melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja jajaran di bawah saya sehingga harus berurusan dengan hukum," ucapnya.
Mantan wakil Bendahara Umum PDI-P itu juga mengaku akibat perkara rasuah yang menjeratnya itu membuat fokus Jokowi sempat teralihkan.
Padahal, jajaran pemerintahan kabinet Indonesia Maju saat itu tengah berupaya untuk dapat bisa menanggulangi penyebaran Covid-19.
"Perkara ini tentu membuat perhatian bapak presiden sempat tersita dan terganggu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi bapak presiden dan keluarga," ucap Juliari.
(Tribunnews.com/Maliana/Riski Sandi Saputra)