Keberhasilan Atasi Pandemi, Faktor Penentu Jokowi-Prabowo di Pilpres 2024
Penggunakan kondisi darurat guna memuluskan skenario-skenario itu akan dimunculkan dekat 2024 atau kemungkinan lebih cepat dari itu.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
Dia merujuk pada survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dimana 52,9 persen masyarakat Indonesia masih menolak dan 40,2 persen menyetujui wacana tersebut.
"Ada 80 juta orang hari ini. Karena 40 persen dari responden survei itu, kalau diproyeksikan ke 200 juta masyarakat Indonesia, berarti 80 juta. Itu sudah setuju dengan gagasan Jokowi-Prabowo/Jokowi tiga periode," ujar Qodari, kepada Tribun Network, Kamis (24/6/2021).
Persentase masyarakat yang setuju dengan wacana itu disebut terus mengalami peningkatan empat bulan terakhir.
Survei Charta Politica pada bulan Maret menyebutkan masyarakat yang tahu gagasan ini sebesar 37 persen, yang setuju 13 persen, tidak setuju 61 persen.
Baca juga: Sambut HUT Ke-76 RI, Relawan KIB Jokowi Dorong Kepedulian Sosial di Masa Pandemi Covid-19
Sementara survei Parameter Politik Indonesia belum lama ini, menyebutkan masyarakat yang tahu gagasan Jokowi-Prabowo sudah 53 persen, kemudian yang setuju sudah 27 persen, yang tidak setuju turun jadi 52 persen.
"Bayangkan yang tahu naik 16 persen, yang setuju naik 14 persen, yang tidak setuju turun 9 persen," kata Qodari.
Senada, mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengaku mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden kepada orang-orang lingkaran Jokowi. Alasan pandemi jadi alasan Poyuono.
Menurutnya pemilu 2024 dikhawatirkan membuat kondisi Indonesia semakin parah.
"Nanti kalau ada pemilu, yang saya takutkan tambah parah, dan pascapilpres sudah tidak ada lagi peduli dengan kondisi kita. Penting bagi kita mengubah konstitusi, yaitu melakukan amendemen 1945 dengan mengubah masa jabatan presiden periode tiga kali, tapi harus lewat pilpres," kata Poyuono, kepada wartawan, Selasa (22/6/2021).
Jika periode tiga kali tak memungkinkan, Poyuono mengusulkan agar perpanjangan tetap dilakukan paling tidak selama tiga tahun.
Perpanjangan itu, kata dia, bukan menggunakan amandemen, melainkan dekrit presiden.
"Tapi kembali lagi, apakah mungkin dilakukan pilpres dan pileg, yang tentu akan menyebabkan kerumunan orang? Mungkin kalau saya mengusulkan masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang saja bersama DPR RI, dan itu mungkin bisa melalui dekrit presiden, bukan amendemen. Artinya, Covid-19 selesai, masa jabatan Pak Jokowi diperpanjang berapa tahun. Kemudian baru diadakan pilpres," ucapnya.
Pandemi Bukan Alasan Perpanjang Masa Jabatan Presiden
Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menegaskan alasan apapun tak bisa dibenarkan untuk memperpanjang masa jabatan presiden, termasuk alasan pandemi.