Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

AJI: Kewenangan Pemerintah Putus Akses Publik ke Media Siber Terlalu Besar

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim menilai kewenangan pemerintah memutus akses publik ke media siber terlalu besar.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in AJI: Kewenangan Pemerintah Putus Akses Publik ke Media Siber Terlalu Besar
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim dalam Konferensi Pers Virtual Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kebebasan Pers yang disiarkan di kanal Youtube AJI Indonesia pada Rabu (1/9/2021). 

Melihat era perkembangan media, kata dia, tentunya hal tersebut layak dikhawatirkan.

Baca juga: MK Sebut TWK Pegawai KPK Sah dan Konstitusional, LSAK: Harusnya Tak Jadi Polemik

"Ini yang kemudian mendorong AJI bersama Suara Papua, kita melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi karena sangat tidak adil, kita tidak tahu alasan pemerintah memutus aksesnya, tapi dampaknya sangat kita rasakan, khususnya bagi perusahaan media," kata dia.

Ia menjelaskan setidaknya ada dua dampak yang mungkin bisa dirasakan media.

Pertama, kata dia, dampaknya ke perusahaan media siber karena akses informasi tersebut diputus sehingga media siber waktu itu tidak bisa mempublikasikan hasil karya jurnalistiknya.

"Padahal kita tahu kebebasan pers dijamin konstitusi dan Undang-Undang Pers," kata dia.

Kerugian kedua, kata dia, adalah bagi publik karena ketika akses menuju media siber diblokir sehingga publik menjadi tidak bisa mengakses informasi dari media yang selama ini mereka baca.

Menurutunya hal yang perlu diwaspadai juga adalah kadang informasi yang dimaksud juga cukup penting dalam beberapa suasana dan kondisi tertentu.

Berita Rekomendasi

Contohnya, kata dia, ketika ada kerusuhan.

Baca juga: Hakim Konstitusi Tanya Ahli soal Kualitas Riset Ganja untuk Medis di Indonesia

Menurutnya dalam situasi tersebut informasi yang valid dari berita sangat dibutuhkan publik terutama untuk mengambil keputusan yang tepat supaya mereka dan keluarga bisa menyelamatkan diri.

"Jadi ketika akses terhadap informasi dan berita ini ditutup, ini sangat merugikan publik karena mereka tidak bisa mendapatkan informasi yang valid kemudian bisa menentukan keputusan yang tepat," kata dia.

Pasal tersebut, kata Sasmito, bersifat multitafsir atau remang-remang.

Karena itu, kata dia, pasal tersebut harus dibawa ke suasana yang lebih terang dengan aturan yang lebih adil bagi semuanya di antaranya harus diuji di pengadilan atau harus ada keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).

Dengan demikian, hal tersebut memberikan kesempatan bagi perusahaan media siber untuk memberikan pembelaan ketika dituding oleh pemerintah misalkan melanggar hukum atau menyebarkan konten yang dianggap negatif oleh pemerintah.

Semangat gugatan tersebut, kata dia, adalah mendorong kebebasan pers supaya pemerintah tidak semena-mena memutus dan merampas kebebasan pers, terutama bagi media siber dan memastikan publik mendapat informasi melalui pemberitaan media siber.

"Kita berharap majelis hakim nanti bisa memutus dengan adil seperti yang dilakukan juga oleh Majelis Hakim di PTUN Jakarta yang waktu itu memimpin gugatan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas