Gerwani dan Stigma Negatif Organisasi Perempuan Indonesia, Sering Dihubungkan dengan G30S 1965
Sejarah Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), stigma negatif Gerwani yang sering dihubungkan dengan pemberontakan G30S 1965, para Gerwani menjadi tapol.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Daryono
Setelah jatuhnya masa Soeharto, Gerwani mulai bisa mematahkan fitnah yang telah beredar pada masa orde baru.
Sejarah Gerwani mulai didiskusikan dalam konferensi Perempuan Indonesia di Yogyakarta pada Desember 1998.
Para anggota Federasi organisasi perempuan Kowani dan anggota organisasi perempuan lain yang hadir saat itu terkejut mengetahui fakta yang terjadi sebenarnya.
Kilas Balik Organisasi Perempuan di Indonesia
Sebagai informasi tambahan, sebelum Gerwani terbentuk, ada berbagai perkembangan organisasi perempuan di Indonesia.
Poetri Mardika sebagai organisasi pertama pada1912, dikutip dari laman Universitas Indonesia, ui.ac.id.
Mereka mengangkat seputar masalah-masalah perempuan pada zaman itu, seperti masalah pendidikan dan peningkatan gaji buruh perempuan.
Hingga, pada masa pendudukan Jepang, organisasi perempuan yang diperbolehkan pemerintah hanya Fujinkai.
Fujinkai bergerak di bidang pemberantasan buta huruf dan berbagai pekerjaaan sosial.
Organisasi tersebut didominasi oleh para istri pegawai negeri.
Selain itu, Fujinkai juga dimanfaatkan Jepang agar para perempuan mau bekerja secara suka rela untuk membantu Jepang selama masa perang dunia kedua.
Berawal dari hal tersebut, akhirnya sekelompok perempuan membentuk organisasi bawah tanah yang bernama GWS (Gerakan Wanita Sosialis).
Setelah masa kependudukan Jepang, hak-hak hukum dan politik kaum wanita mulai mendapat perhatian kembali.
Baca juga: 10 Pahlawan Revolusi Korban Pengkhianatan G30S, Tragedi Nasional Pembunuhan di Lubang Buaya
Kongres-kongres perempuan mulai digencarkan.
Namun setelah tahun 1950, semua gerakan-gerakan perempuan tersebut berangsur-angsur hancur.
Kemudian sejak berkembangnya pengaruh PKI dan PNI yang berhaluan kiri, dua organisasi perempuan mendapatkan kedudukan penting, yakni Gerwani dan Wanita Marhaen.
Gerwani mengambil peran aktif dalam kampanye-kampanye pemilihan umum parlementer.
Mereka juga memfokuskan diri pada pendidikan peningkatan kesadaran kaum perempuan pada masa itu.
Jadi sebenarnya organisasi-organisasi pergerakan perempuan di Indonesia sudah menggelora sejak lama, bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Perjuangan mengenai hak-hak perempuan telah diperjuangkan sejak lama, kita sebagai bangsa penerus hendaklah meneruskan perjuangan tersebut.
Segala pernyataan dukungan terhadap perempuan di berbagai sosial media akan menjadi sia-sia apabila tidak didampingi dengan aksi nyata.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait 10 Pahlawan Revolusi Korban Pengkhianatan G30S