Siapa Jaksa KPK yang Disebut-sebut Pajang Bendera HTI di Meja Kerjanya?
Polemik pemberhentian 57 pegawai KPK belum selesai, kini muncul lagi isu penggunaan atribut organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di gedung KPK.
Editor: Hasanudin Aco
Langkah tegas tersebut tertuang dalam Surat Edaran Bersama Menteri PANRB dan Kepala BKN tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya.
Penerbitan SE Bersama No. 02/2021 dan No. 2/SE/I/2021 yang ditandatangani pada 25 Januari 2021 ini dimaksudkan sebagai pedoman dan panduan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) mengenai larangan, pencegahan, serta tindakan terhadap ASN yang berafiliasi/mendukung organisasi terlarang atau ormas tanpa dasar hukum.
Dalam SE tersebut terdapat ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, serta dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat.
Jaksa dari Kejagung?
Mantan pegawai Fungsional KPK di Biro Humas, Tata Khoiriyah blak-blakan membantah bendera HTI yang menjadi kontroversi milik satu di antara penyidik KPK yang tak lolos TWK.
Diungkap Tata, bendera yang diasumsikan berlambang HTI adalah milik jaksa yang ditugaskan Kejaksaan Agung di KPK.
“Bendera tersebut berada di meja dari seorang jaksa, dan jaksa tersebut bukan bagian dari 57+ yang disingkirkan lewat TWK yang melanggar HAM dan maladministrasi,” kata Tata Khoiriyah dikutip Kompas.TV dari keterangannya untuk publik, Senin (4/10/2021).
Tata menuturkan, jaksa tersebut adalah ASN yang dipekerjakan di KPK dari kementerian atau lembaga pemerintah.
“Sehingga dalam proses alih status pegawai KPK kemarin tidak mengikuti TWK yang kontroversial. Kan statusnya sudah ASN dong. Pemilik meja bukan pegawai independen KPK yang proses rekruitmennya dilakukan oleh KPK secara mandiri,” ujarnya.
Dalam informasi yang diterimanya, Tata menuturkan Jaksa pemilik bendera yang diasumsikan HTI diperiksa melalui proses persidangan etik Dewan pertimbangan pegawai (DPP) dengan memanggil saksi ahli dari kemenag. Selain itu, lanjut Tata, Jaksa tersebut juga diperiksa oleh instansi asalnya, Kejaksaan Agung.
“Informasi yang saya dapatkan, saksi ahli yang diundang adalah tim ahli dari Kemenag RI. Pemilihan tersebut tentu mempertimbangkan posisi perwakilan bisa jadi jembatan yang netral untuk masukan para Dewan Pertimbangan Pegawai,” kata Tata.
“Penjelasan saksi ahli menyimpulkan bahwa bendera tersebut bukan bendera HTI.”
Atas dasar itu, Tata menilai penuduhan Taliban itu tidak bisa menjadi pembenaran bahwa 57 lebih pegawai KPK pantas diberhentikan lewat TWK yang melanggar HAM dan maladministrasi.
“Karena faktanya di dalam 57+ pegawai KPK tersebut ada 6 orang nasrani (salah satunya adalah pendiri Oikumene KPK), ada budhis, ada hindu, dan ada sebagain besar nahdliyyin seperti saya contohnya,” ujar Tata.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.