Pengamat Sebut Survei Calon Panglima TNI Aneh: Itu Hak Prerogatif Presiden, Bukan Ditentukan Publik
Ubedilah menilai adanya survei calon Panglima TNI menunjukkan ada logika yang aneh dalam hiruk-pikuk rencana pergantian Panglima TNI bulan depan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
Dalam penelitian yang dilakukan 20 September 2021 - 1 Oktober 2021 terdapat lima indikator yang dinilai, yakni aspek integritas, akseptabilitas, kapabilitas, responsivitas dan kontinuitas.
Kelima indikator tersebut secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa integritas adalah sifat atau keadaan pada seseorang yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga orang tersebut memiliki kemampuan yang memancarkan kewibawaan serta kejujuran. Akseptabilitas adalah tingkat diterimanya seseorang di lingkungannya dan masyarakat.
Sementara kapabilitas adalah kemampuan, kecakapan, kepandaian dan kesanggupan seseorang, dalam hal ini dalam menerima suatu tanggung jawab.
Kemudian, responsifitas adalah kecepatan seseorang dalam merespon atau memberi tanggapan pada suatu kejadian.
Serta kontinuitas adalah tingkat kesinambungan dan keterlanjutan seseorang dalam melaksanakan sesuatu.
Baca juga: Kata Istana soal Tantangan Calon Panglima TNI ke Depan, Singgung Transformasi Pertahanan
Melalui definisi tersebut, Ubedilah mempertanyakan apakah survei tersebut dilaksanakan dengan benar dan valid.
Karena, kata dia, bila dinilai dari indikator pertama saja, calon terkuat dari survei ini sudah bisa terjungkal karena sempat alpa melaporkan kekayaannya beberapa kali.
"Lembaga survei hendaknya berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya. Jangan sampai menghancurkan kredibilitasnya demi melaksanakan survei yang memang semestinya tidak perlu dilaksanakan. Karena pemilihan Panglima TNI adalah hak preogratif Presiden dan bukan pemilu," tandasnya.