Soal Kasus Dugaan Pencabulan Anak di Luwu Timur, DPR hingga Istana Angkat Bicara
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian PPPA hingga pihak istana angkat bicara soal kasus dugaan ayah mencabuli 3 anaknya di Luwu Timur
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Kasus dugaan seorang ayah merudapaksa 3 anaknya sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan menjadi perhatian publik.
Insiden tersebut terjadi pada tahun 2019 dan terungkap kembali pengakuan seorang ibu rumah tangga yang viral di media sosial.
Dalam pesan yang beredar, ibu tersebut melaporkan pencabulan yang dialami ketiga anaknya yang masih di bawah 10 tahun.
Terduga pelaku adalah mantan suami yang sekaligus ayah dari ketiga anak itu.
Bahkan, terduga pelaku juga diketahui menjabat posisi debagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di kantor pemerintahan daerah Luwu Timur.
Baca juga: Kapolres Luwu Timur Datangi Rumah Ibu Korban Pemerkosaan Anak, Janji Usut Kasus dengan Profesional
Kasus ini mendapat sorotan dari publik karena sempat dihentikan penyelidikannya di tahun 2019.
Penyelidikan dihentikan lantaran tak ada bukti yang cukup.
Meski dihentikan penyelidikannya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyebut kasus tersebut masih bisa diusut jika ada bukti terbaru.
"Apabila kita bicara tentang penghentian penyidikan, itu bukan berarti semua sudah final."
"Apabila memang dalam proses berjalannya ada ditemukan bukti yang baru, maka tidak menutup kemungkinan penyidikannya akan dibuka kembali," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/10/2021), dilansir Tribunnews.com.
Tak hanya menyita perhatian masyarakat, kasus ini juga mendapat sorotan dari pihak DPR, Kementerian PPPA hingga istana.
1. Komisi III DPR RI Minta Polri Usut Kasus secara Transparan
Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry meminta kepolisian untuk transparan dalam mengungkap kasus dugaan pencabulan anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Menurutnya, hal tersebut sebagai upaya memberikan keadilan kepada semua pihak.
Ia berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bisa langsung memerinta jajaran di bawah untuk mengusut kembali kasus yang sempat dihentikan penyelidikannya ini.
"Saya berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus dugaan pemerkosaan anak di Luwu Timur ini jika ditemukan bukti baru."
"Lakukan penyelidikan menyeluruh sesuai prosedur yang benar dan ungkap kasus ini dengan sebenar-benarnya," kata Herman, Sabtu (9/10/2021), melansir Tribunnews.com.
Herman menegaskan, kekerasan seksual adalah kejahatan yang serius.
Untuk itu, kata Herman, aparat penegak hukum harus memastikan pelaku mempertanggung jawabkan kejahatannya.
"Kekerasan seksual, khususnya terhadap anak, harusnya menjadi perhatian bagi kita semua karena ini merupakan kejahatan yang sangat serius."
"Aparat penegak hukum harus memastikan tidak ada ruang sekecil apapun bagi mereka yang melakukan kejahatan keji seperti ini, terlebih berpikir bisa lolos dari jerat hukum setelah melakukannya," ucap politisi partai PDI Perjuangan ini.
Baca juga: Tuai Kecaman, Mabes Polri Akhirnya Turun Tangan Soal Kasus Tiga Anak Saya Diperkosa di Luwu Timur
Herman juga meminta petugas kepolisian menyelesaikan kasus dugaan pemerkosaan anak di Luwu Timur ini secara profesional.
"Kasus kekerasan seksual, khususnya terhadap anak, harus diselesaikan sesuai dengan kaidah yang berlaku."
"Pastikan pelakunya mendapat hukuman, namun di saat yang sama juga lindungi identitas korban serta anak dan utamakan kepentingan terbaik mereka," kata Herman.
"Aparat kepolisian harus bisa memberikan keadilan yang seadil-adilnya kepada semua pihak. Dengan cara demikian barulah rasa keadilan di masyarakat bisa dipulihkan, termasuk kepercayaan publik terhadap lembaga kepolisian," kata Herman.
2. Kementerian PPPA Turunkan Tim
Kemudian, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga juga memberi tanggapannya kasus dugaan ayah merudapaksa 3 anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Bintang mengatakan, pihaknya akan menurunkan tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk melakukan asesmen lanjutan atas penanganan kasus itu.
Kasus yang terjadi pada 2019 itu, kata Bintang, mungkin saja dibuka dan diusut kembali.
"Kami akan menurunkan tim untuk mendalami penanganan kasus ini. Kami harap semua pihak dapat bekerja sama dan saling mendukung dalam prosesnya."
"Kami juga mendorong semua pihak, khususnya pendamping kasus, untuk turut serta mengumpulkan setiap informasi penting terkait kasus ini."
"Karena bukan tidak mungkin, kasus ini akan dibuka kembali, jika bukti-bukti yang diberikan kepada pihak kepolisian sudah cukup," ucap Bintang, dikutip dari laman pers Kementerian PPPA, Jumat (8/10/2021).
Dikatakannya, sejak tahun 2019, Kementerian PPPA sudah melakukan koordinasi terkait kasus tersebut bersama UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak) dan Dinas PPPA Provinsi Sulawesi Selatan.
Bintang menjelaskan, ketika koordinasi dilakukan, proses hukum sudah berjalan dengan semestinya dan tidak ditemukan bukti cukup untuk memproses kasus ini lebih lanjut.
Maka dari itu, pihak kepolisian menghentikan kasusnya sementara, namun kasus ini bisa dibuka kembali dengan catatan ada bukti-bukti baru yang ditemukan.
"Keterlibatan semua pihak menjadi penting untuk membantu mencari titik terang kasus ini," imbuh Bintang.
3. Istana Minta Polri Buka Kembali Penyidikan Kasus
Sementara itu, kasus dugaan pencabulan terhadap anak ini juga mendapat sorotan dari Kantor Staf Presiden (KSP).
Deputi V KSP bidang Politik, Hukum, Hankam, HAM dan Antikorupsi serta Reformasi Birokrasi KSP Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan keprihatinan mendalam atas terjadinya tindak rudapaksa dan kekerasan seksual yang dialami 3 anakberusia di bawah 10 tahun di Luwu Timur itu.
Meskipun sempat dihentikan proses penyelidikannya, pihaknya berharap kepolisian membuka penyelidikan kembali kasus ini.
"Perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak tindakan yang sangat serius dan keji. Tindakan tersebut tidak bisa diterima oleh akal budi dan nurani kemanusiaan kita."
"Terlebih lagi bila yang melakukan adalah ayah kandungnya. Oleh karena itu pelakunya harus dihukum berat,” kata Jaleswari dalam keterangannya, Jumat (8/10/2021), melansir Tribunnews.com.
Menurut Jaleswari, peristiwa rudapaksa dan kekerasan seksual kepada anak ini sangat melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat.
Dikatakannya, Presiden Jokowi sangat tegas dan tidak bisa mentolerir predator seksual anak .
Jaleswari mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas tentang Penanganan Kasus Kekerasan kepada Anak tanggal 9 Januari 2000, lanjut Jaleswari, Presiden Jokowi juga memberi arahan agar kasus kekerasan terhadap anak ditindaklanjuti secepat-cepatnya. Presiden menginginkan agar pelaku kekerasan terhadap anak diberikan hukuman yang bisa membuatnya jera.
“Walaupun anak-anak, suara korban harus kita dengarkan dan perhatikan dengan seksama. Termasuk suara Ibu para korban."
"Bayangkan saja mereka adalah anak-anak kita sendiri,” kata Jaleswari.
Baca juga: Dugaan Pemerkosaan Anak di Luwu Timur, Jubir PAN: Aparat Harus Berpihak Pada Korban
Karena itu, ia meminta Kapolri untuk membuka kembali kasus tersebut bila ditemukan adanya kejanggalan atau kesalahan dalam proses penyelidikan di Polres Luwu Timur, Sulawesi Selatan tersebut.
“Karena itu, kalau memang ditemukan adanya kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan oleh Polres Luwu Timur yang menyebabkan diberhentikannya proses penyelidikan pada akhir tahun 2019 yang lalu, atau ditemukannya bukti baru sebagaimana disampaikan oleh Ibu korban dan LBH Makassar, maka kami berharap Kapolri bisa memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus tersebut” tuturnya.
Selain itu, ia mengatakan kasus perkosaan dan kekerasan seksual pada anak serta penghentian penyelidikan dengan alasan tidak adanya bukti ini semakin memperkuat urgensi pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mengandung norma khusus terkait tindak pidana kekerasan seksual.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Taufik Ismail/Igman Ibrahim)
Baca berita lainnya seputar Dugaan Pencabulan Anak di Luwu Timur