Proyek Kereta Cepat Kembali Disorot: Jokowi Bolehkan Penggunaan APBN hingga Luhut Jadi Ketua Komite
Hal ini lantaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini membolehkan APBN untuk membiayai megaproyek ini.
Penulis: Daryono
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung kembali menjadi sorotan.
Hal ini lantaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini membolehkan APBN untuk membiayai megaproyek ini.
Hal itu ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021.
Selain itu, Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung juga menjadi sorotan karena biayanya yang kini membengkak dengan kenaikan sebesar Rp 27 triliun.
Baca juga: Berbeda dengan Indonesia, Malaysia Pilih Batalkan Proyek Kereta Cepat
Dihimpun Tribunnews.com, Senin (11/10/2021), berikut rangkuman terkini terkait proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung:
1. Dulu Janji Tak Pakai APBN, Kini Dilegalkan Gunakan APBN
Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres No 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
Salah satu perubahan pada perpres tersebut yakni soal pendanaan yang diatur dalam Pasal 4.
Diakses Tribunnews.com dari laman peraturan.bpk.go.id, Senin (11/10/2021), dilegalkannya penggunaan APBN untuk membiaya Kereta Api Cepat tertuang dalam pasal 4 ayat 2 yang berbungi sebagai berikut:
"Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayar (1) huruf c dapa berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Benaja Negara (APBN) dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Startegis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal."
Terbitnya Perpres ini berbeda dengan pernyataan Presiden Jokowi di awal dimulainya proyek Kereta Cepat yang menyatakan proyek kereta Jakarta-Bandung tidak akan menggunakan sepeserpuan uang APBN.
"Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk Business to Business (B to B). Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi," kata Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet pada 15 September 2015, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Kala itu, Jokowi menegaskan, jangankan menggunakan uang rakyat, pemerintah bahkan sama-sekali tidak memberikan jaminan apa pun pada proyek tersebut apabila di kemudian hari bermasalah.
Hal ini karena proyek kereta cepat penghubung dua kota berjarak sekitar 150 kilometer tersebut seluruhnya dikerjakan konsorsium BUMN dan perusahaan China dengan perhitungan bisnis.
"Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi, sudah saya putuskan bahwa kereta cepat itu tidak gunakan APBN. Tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan yang namanya B to B, bisnis," tegas Jokowi.
2. Luhut Binsar Pandjaitan Ditunjuk jadi Ketua Komite Kereta Cepat
Dalam Perpres baru, Jokowi juga membentuk Komite Kereta Cepat yang diketuai oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Hal itu tertuang dalam Pasal 3A yang berbunyi sebagai berikut:
"Dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung yang dipimpin oleh Menteri Kooridnator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan, yang selanjutnya disebut dengan Komite."
3. Alasan Biaya Membengkak Rp 27 Triliun
Pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung diketahui mengalami pembengkakan hingga Rp 27 triliun.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan pembengkakan biaya kereta cepat dikarenakan berbagai hal.
Pertama, mulai adanya wabah Covid-19 membuat arus kas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam konsorsium proyek terganggu.
Gangguan arus kas tersebut turut berdampak kepada aliran dana untuk pembangunan proyek kereta cepat, yang kemudian pembangunannya menjadi terhambat.
Baca juga: Biaya Proyek Kereta Cepat Bengkak Rp 27 Triliun Ternyata Karena Banyak BUMN Tak Bisa Setor Dana
Sebagai informasi, saat ini porsi pemerintah di perusahaan patungan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) adalah 60 persen, yakni melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
PT PSBI terdiri dari empat BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Wijaya Karya, PTPN VIII, dan PT Jasa Marga.
Sedangkan untuk 40 persen porsi saham lainnya dimiliki China Railway International.
"Problemnya adalah corona datang, ini membuat terhambat," ucap Arya kepada awak media, Minggu (10/10/2021) malam, sebagaimana diberitakan Tribunnews.com.
"Yang pertama, bahwa para pemegang sahamnya seperti Wijaya Karya itu terganggu cash flow-nya. Kita tahu banyak perusahaan karya juga pada terganggu (di masa pandemi ini). Kemudian kita juga tahu KAI karena corona penumpangnya turun semua sehingga membuat mereka tidak bisa menyetor dananya," sambungnya.
Arya juga melanjutkan, bengkaknya dana pembangunan Kereta Cepat juga disebabkan adanya faktor lain, yaitu perubahan desain proyek, hingga harga tanah yang kian naik di setiap tahunnya.
"Ketika membuat Kereta Api Cepat atau jalan tol atau sebagainya, di tengah perjalanan yang panjang pasti ada perubahan desain karena (faktor) kondisi geografis. Perubahan-perubahan desain ini membuat pembengkakan biaya," papar Arya.
"Kemudian juga harga tanah seiring berjalannya waktu ada perubahan dan itu wajar. Itu yang membuat pembengkakan," ujarnya.
4. Pemerintah Siapkan PMN untuk Suntik Proyek Kereta Cepat
Dengan dilegalkannya APBN untuk membiayai proyek kereta cepat, Pemerintah tengah menyiapkan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk menyuntik proyek kereta cepat.
Dikutip dari Kontan, Juru Bicara Kemenko Marves, Jodi Mahardi mengungkapkan, penggunaan dana APBN mempertimbangkan kondisi BUMN yang menjadi sponsor kereta cepat, yang sedang mengalami kesulitan finansial akibat pandemi Covid-19.
Untuk menutupi kekurangan setoran modal, maka diusulkan dari PMN.
Baca juga: Terkendala Pandemi, Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Masih 80 Persen
Perpres baru telah mengatur pemberian PMN kepada KAI sebagai leading sponsor BUMN.
PMN untuk menutupi kekurangan setoran modal konsorsium BUMN senilai Rp 4,3 triliun.
"KAI akan melakukan setoran modal porsi PTPN VIII dan Jasa Marga yang belum disetorkan, serta mengambil alih porsi saham yang belum disetorkan PTPN VIII dan Jasa Marga," ungkap dia saat dihubungi KONTAN, Minggu (10/10).
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Muhammad Idris) (Kontan/Venny Suryanto dan Ridwan Nanda Mulyana)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.